contoh Laporan psikologi wawancara ( KEBAHAGIAAN PADA LANSIA)



KEBAHAGIAAN PADA LANSIA
(Studi Kasus Lansia yang Bekerja sebagai Pedagang)
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya kepuasan hidup, tingginya afek positif seperti senang, puas, dan bangga, serta rendahnya efek negatif seperti rasa kecewa, cemas, dan takut. Kebahagiaan tidak hanya dilihat secara obyektif, tapi kebahagiaan juga bisa di lihat secara subyektif, bahagia itu tergantung dari seberapa besar seseorang mampu mengukur dan menciptakan kebahagiaan menurut dirinya sendiri.
Kebahagiaan adalah suatu hal yang menjadi harapan dalam diri seseorang, bahkan setiap orang sangat mendambakan kehidupan yang berbahagia semasa hidupnya. Menurut Lukman (2008) kebahagiaan pada tiap individu tergantung pada pemaknaan dan memahami kebahagiaan. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan terpenuhinya kebutuhan hidup dan ada banyak cara yang ditempuh oleh masing-masing individu. Orang bekerja untuk memperoleh penghasilan dan pencapaian karier. Orang berkeluarga untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih sayang. Begitu pula orang belajar untuk memenuhi kebutuhan akan ilmu pengetahuan. Semua kegiatan tersebut dilakukan untuk memperoleh satu tujuan, yaitu kebahagiaan.
Setiap individu tentunya berharap dapat menjalani masa tuanya dengan bahagia. Ketika memasuki masa tua, sebagian lanjut usia (lansia) dapat menjalaninya dengan bahagia, namun tidak sedikit dari mereka yang mengalami hal sebaliknya, masa tua dijalani dengan rasa ketidakbahagiaan, sehingga menyebabkan rasa ketidaknyamanan (Suardiman, 2011)
Setiawan (2013) mengungkapkan bahwa ada pula lansia yang tidak bahagia dan merasa kesepian bagi mereka yang hidup di panti wredha, karena lansia tersebut mengalami keterasingan, kesepian, isolasi sosial serta tidak tahu harus berbuat apa untuk mengisi masa tuanya itu. Masa senja yang seharusnya di isi kegembiraan bersama keluarga merupakan tekanan psikologis bagi lanjut usia. Tidak adanya rasa kedamaian atau kepuasan pada lanjut usia manakala tidak dijumpai keakraban, kelekatan, kedekatan, sebagaimana layaknya sebuah keluarga akan menimbulkan permasalahan tersendiri bagi lanjut usia seperti terjadinya kecemasan, stress, maupun frustasi.
Nugroho (2008) menjelaskan bahwa lanjut usia juga mengalami ketakutan, terutama pada ketergantungan fisik dan ekonomi, sakit yang kronis. Kesepian dan kebosanan yang disebabkan oleh rasa tidak diperlukan. Ketidakbahagiaan tersebut juga bisa disebabkan karena kondisi lingkungan, kurangnya perawatan, perhatian maupun kepedulian dari orang–orang di sekitar lansia, terutama keluarga. Padahal usia lanjut juga dikatakan usia emas, karena tidak semua orang dapat mencapai usia tersebut, maka orang yang berusia lanjut memerlukan perawatan agar ia dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang berguna dan bahagia (Maryam, 2008).
Menurut Buhler (dalam Suadirman, 2011) dalam hal kebahagiaan pada lansia, siapa yang lebih bahagia dia antara usia lanjut yang berada di kursi roda, yang sedang menulis biografi dan sedang menangkap ikan?. Keduanya bisa menjadi bahagia dan keduanya bisa tidak bahagia. Karena kebahagiaan dan kepuasan hidup pada lansia adalah kondisi positif yang ditujunya serta terpenuhinya kebutuhan fisik maupun psikis. Kebutuhan fisik pada lansia berupa sandang, papan, pangan, kesehatan dan upaya untuk memepertahankan hidup dan reproduksi, kemudian kebutuhan psikis pada lansia adalah terpenuhinya kebutuhan akan kasih sayang, cinta dan perhatian.
Jika dilihat secara keseluruhan, biasanya seorang yang sudah lansia menghabiskan masa tuanya untuk bersantai dengan keluarga, menggendong dan mengasuh cucu serta menikmati segala hal baik itu materi atau prestasi yang didapatkan sewaktu muda. Namun faktanya, diluar sana masih banyak sekali lansia yang masih bekerja, dan bahkan pekerjaan itu tergolong pekerjaan berat, contohnya sebagai pedagang asongan. Pekerjaan sebagai pedagang asongan tergolong berat karena lansia menjual dagangannya dengan berjalan kaki, bersepeda, mendorong gerobak keliling kampung, atau dari sekolah satu ke sekolah lainnya dan bahkan berjualan keluar kota.
Untuk lansia yang bekerja sebagai pedagang asongan tersebut, pasti membutuhkan tenaga ekstra dan kondisi fisik yang sehat, karena adanya cuaca yang panas atau hujan lebat serta kondisi lalu lintas yang ramai dengan banyaknya kendaraan. Tapi kenapa masih banyak lansia yang melakukan pekerjaan tersebut, apa mereka merasa bahagia dengan kondisi tersebut?, apa yang mendasari para lansia tersebut untuk tetap bekerja sebagai pedagang asongan?
Mengacu pada uraian di atas dan fenomena yang ada, masih banyak lansia yang masih bekerja untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya ataupun karena merasa senang dan merasa masih mampu untuk bekerja, agar bisa berinteraksi dengan lingkungan sosial serta mewujudkan kepuasan dan kebahagiaan individu. Maka fokus pada penelitian ini adalah untuk memahami gambaran kebahagiaan pada lansia yang masih bekerja sebagai pedagang.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana gambaran kebahagiaan pada lansia yang masih bekerja sebagai pedagang?


C.     Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami gambaran kebahagiaan pada lansia yang masih bekerja sebagai pedagang.
D.    Manfaat Penelitian
Peneliti berharap dengan adanya penelitian yang mengkaji tentang kebahagiaan pada lansia yang bekerja sebagai pedagang, dapat membawa manfaat sebagai berikut :
1.       Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini mampu memberikan sumbangan yang berguna untuk perkembangan ilmu psikologi, khususnya dalam kajian psikologi positif, psikologi sosial, dan psikologi lanjut usia.
2.       Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat memahami gambaran tentang fenomena lansia yang masih bekerja khususnya sebagai pedagang, serta dapat memberikan suatu ide atau gagasan untuk menciptakan suatu program berkaitan dengan lansia yang bekerja.
3.       Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memperdalam dan mengembangkan khasanah teoritis dalam ilmu psikologi, mengenai kebahagiaan pada lansia yang bekerja sebagai pedagang, serta dapat diajadikan referensi penelitian yang akan datang dengan tema yang sama.





BAB II
LANDASAN TEORI
A.    KEBAHAGIAAN
1.      Definisi Kebahagiaan
      Kebahagiaan adalah sebuah keadaan psikologis yang positif dalam diri individu yang ditandai dengan kepuasaan dan keinginan hidup yang lebih baik serta rendahnya perasaan negatif (Carr, 2004). Sedangkan menurut Diener & Dean (2007), kebahagiaan adalah kualitas dari keseluruhan hidup manusia dan apa yang membuat kehidupan menjadi lebih baik seperti adanya kesehatan dan pendapatan yang lebih baik.
      Seligman (2004) menyatakan kebahagiaan merupakan emosi positif yang melibatkan emosi masa lalu, emosi masa sekarang dan emosi masa depan. Emosi yang ditujukan pada masa lalu meliputi perasaan lega, kepuasaan, kedamaian, kesuksesan ; Emosi terhadap masa depan melibatkan optimisme, harapan (hope), kepercayaan (trust), keyakinan (faith) dan kepastian (confidence) ; Sedangkan emosi di masa sekarang mencakup kenikmatan (Pleasure) – yang didapatkan dari kenikmatan indrawi dan Gratifikasi (Gratification) – yang didapatkan dari aktivitasaktivitas dan membuat individu terlibat penuh dikarenakan aktivitas tersebut.
      Menurut Diener & Dean (2007), Individu dapat dikatakan memiliki kebahagiaan yang tinggi apabila ia merasa puas dengan kondisi hidupnya dan lebih sering merasakan emosi positif dibandingkan emosi yang negatif. Orang-orang yang memiliki sikap hidup bersifat pesimistis dan suka mengeluh dengan kondisi hidupnya dapat menghambat munculnya kebahagiaan (Rusydi, 2007).
      Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahawa kebahagiaan adalah emosi positif yang berasal dari keseluruhan hidup manusia yang melibatkan emosi masa lalu, emosi masa sekarang dan emosi masa depan. Individu dapat dikatakan mengalami tingkat kebahagiaan yang tinggi apabila ia merasa puas dan lebih sering merasakan emosi positif dibandingkan emosi negatif serta optimis.
2.      Aspek-aspek Kebahagiaan
Menurut Seligman (2005), aspek kebahagiaan mencakup emosi tentang masa lalu, emosi tentang masa sekarang dan emosi masa depan.
a.       Emosi yang ditujukan pada Masa Lalu
Emosi positif mengenai masa lalu mencakup perasaan lega, kepuasan, bangga, kedamaian dan kesuksesan. Masa lalu tidak selalu menentukan masa depan seseorang. Hal itu dikarenakan bisa saja seseorang yang mengalami masa lalu yang suram mengarahkan individu untuk tidak bahagia di masa sekarang. Peristiwa di masa lalu tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap masa depan individu yang sudah terbebas dari sikap dan pandangannya akan masa lalu. Penekanan terhadap peristiwa baik dan buruk yang berlebihan akan menurunkan ketegangan, kepuasan dan kelegaan.
Dalam mencapai kepuasaan dan kelegaan akan masa lalu, rasa syukur dan memaafkan menjadi hal yang penting. Individu yang dapat bersyukur lebih dapat menggambarkan emosi positif akan masa lalu. Memaafkan dapat membuat peristiwa yang buruk menjadi sebuah kenangan indah akan masa lalu. Ketika individu dapat memaafkan maka lebih besar kemungkinan untuk mencapai kepuasaan hidup.
b.      Emosi Masa Depan
Emosi Masa Depan mencakup kepercayaan (truth), kepastian (confidence), keyakinan (faith), optimisme dan harapan (hope). Optimisme dan harapan dapat memberikan suatu pertahanan yang lebih baik ketika dihadapkan dengan masalah-masalah. Individu yang optimis dapat dilihat dari dua hal yaitu permanen dan pervasif.
1)      Permanen Optimisme ditandai dengan keyakinan bahwa peristiwa buruk yang terjadi hanya bersifat sementara. Orang yang optimis akan berusaha menghadapi ketidakberdayaan saat menghadapi peristiwa buruk dan berusaha memanfaatkan keberhasilan untuk bergerak lebih ke depan. Berbeda dengan orang yang pesimistik, mereka melihat penyebab peristiwa buruk secara permanen. Ketika berhasil, orang pesimistik dapat menganggap peristiwa tersebut hanya sebuah kebetulan.
2)      Pervasif : Spesifik vs Universal Pervasif melibatkan permasalahan mengenai apakah suatu ketidakberdayaan meliputi ke setiap situasi atau terbatas pada wilayah asalnya. Orang yang mengangap kegagalan terjadi secara universal akan menyerah di segala aspek kehidupan ketika suatu kegagalan menimpa kehidupannya. Berbeda dengan orang optimis, mereka hanya melihat ketidakmampuan dalam salah satu aspek kehidupannya (spesifik). Dan orang yang optimis akan memandang peristiwa baik secara universal.
c.       Emosi Masa Sekarang
Aspek kebahagiaan di masa sekarang mencakup dua hal yaitu Kenikmatan (Pleasure) dan Gratifikasi (Gratification). Gratifikasi berbeda dengan kenikmatan. Kenikmatan merupakan kesenangan yang melibatkan komponen indrawi dan emosi yang jelas. Emosi positif dikaitkan dengan indera pengecap, meraba, mengerakkan tubuh, melihat dan mendengar. Meskipun kenikmatan hanya bersifat sementara, ada tiga konsep yang berkaitan dalam peningkatan kebahagiaan tersebut yaitu meresapi (savoring), kecermatan dan habituasi. Meresapi merupakan kesadaran dan memberikan perhatian kepada kenikmatan tersebut. Ada empat jenis savoring : bersyukur, menerima dan memberi pujian, takjub (lenyap dalam kekaguman) dan bermewah-mewah (memperturutkan hati dalam rasa). Kecermatan dilakukan terhadap pengalaman masa sekarang. Dan, kenikmatan yang bersifat habituasi tidak akan memberikan keberhasilan. Sedangkan gratifikasi didapatkan melalui aktivitas-aktivitas yang dikerjakan. Gratifikasi membuat individu terlibat penuh dan kehilangan kesadaran. Ketika individu mengerjakan aktivitas yang disukainya, maka timbul suatu kepuasan bukan kenikmatan.
3.      Efek Perasaan Bahagia
Menurut Carr (2004), ada beberapa efek yang dialami ketika orang merasa bahagia, yaitu :
a.       Produktivitas Orang-orang yang bahagia ditandai dengan puasnya terhadap pekerjaannya dibandingkan orang yang tidak bahagia. Ketika individu memiliki emosi yang positif, maka dapat menujukkan kinerja yang lebih baik dan menetapkan tujuan yang lebih tinggi.
b.      Umur dan Kesehatan Kebahagiaan dapat mempengaruhi kesehatan seseorang karena berdampak pada sistem imun. Orang-orang yang bahagia ditandai dengan sistem imun yang lebih baik dibandingkan orang yang tidak bahagia. Hal itu juga memengaruhi dalam memberikan efek yang penting dalam umur panjang
4.      Faktor yang memengaruhi Kebahagiaan
Menurut Seligman (2005), terdapat beberapa faktor-faktor yang memengaruhi kebahagiaan seseorang, yaitu :
a.       Uang Bagi seseorang, kekayaan dapat memiliki dampak terhadap kebahagiaan. Di negara- negara yang miskin, kekayaan dapat membuat seseorang lebih bahagia. Ketika kemiskinan terjadi, kepekaan seseorang terhadap kebahagiaan menjadi lebih rendah. Namun, di negara yang makmur, kekayaan tidak terlalu berdampak terhadap kebahagiaan seseorang.
b.      Pernikahan
Kebahagiaan memiliki hubungan yang erat dengan pernikahan. Pernikahan dapat memberikan keuntungan yang dapat membahagiakan seseorang. Melalui pernikahan, seseorang dapat memiliki anak, keintiman psikologis dan fisik serta menjalankan perannya sebagai pasangan dan orang tua (Carr, 2004). Pada budaya individualistis, hidup dengan orang lain memiliki hubungan terhadap kebahagiaan. Berbeda dengan budaya kolektivis, hubungan tersebut berdampak pada kebahagiaan yang lebih rendah.
c.       Kehidupan sosial
Kebahagiaan berkaitan dengan kemampuan bersosialisasi yang tinggi. Orang yang bahagia akan menjalani kehidupan sosial yang memuaskan karena lebih banyak bersosialisasi daripada menghabiskan waktu sendirian.
d.      Emosi negatif
Seiringnya bertambah usia, kepuasaan hidup sedikit mengalami peningkatan. Melemahnya afek positif dan afek negatif yang tidak berubah.
e.       Kesehatan Kondisi
Kesehatan objektif tidak terlalu berkaitan dengan kebahagiaan. Namun, persepsi partisipantif kita mengenai seberapa sehat diri kita yang menjadi hal penting. Orang-orang yang hanya memiliki satu masalah penyakit ringan tidak berarti menyebabkan ketidakbahagiaan. Sedangkan orang-orang yang memiliki lima atau lebih dalam masalah kesehatan dapat merasakan kurangnya bahagia.
f.       Pendidikan, iklim, Ras dan Jenis Kelamin
Kebahagiaan tidak terlalu berkaitan dengan empat hal ini. Kecerdasan dan ras tidak terlalu memengaruhi kebahagiaan seseorang, tingkat kebahagiaan juga tidak memiliki perubahan sesuai iklim, dan jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak konsisten terhadap kebahagiaan.
g.      Agama
Orang-orang yang bahagia dan puas terhadap kehidupannya ditandai orang yang religius dibandingkan orang-orang yang tidak religius. Keagamaan dapat memberikan harapan akan masa depan dan menciptakan makna dalam kehidupan. Adanya harapan akan masa depan dan keyakinan agama dapat menjadi sebuah landasan untuk meningkatkan kebahagiaan dan melawan keputusasaan.

B.     LANJUT USIA
1.      Pengertian Lanjut Usia
      Masa Lanjut usia dimulai dari periode perkembangan yang bermula saat usia 60 tahun sampai kematian. Masa ini ditandai dengan adanya penyesuaian diri dengan berkurangnya kekuatan dan kesehatan, masa pensiun serta perubahan sosial (Santrock, 2002). Lanjut usia dibagi ke dalam dua kategori yaitu masa dewasa akhir yang dimulai dari usia 60-75 tahun dan masa usia sangat tua yang dimulai dari usia 75 tahun sampai meninggal dunia (Newman & Newman, 2006).
      Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia ke dalam tiga bagian yaitu : lanjut usia (60-74tahun) ; lanjut usia tua (75-90 tahun) ; dan usia sangat tua (90 tahun ke atas). Sedangkan menurut UU no.13 tahun 1998 pasal 1 ayat (2), (3), (4) tentang kesehatan menyatakan bahwa individu yang dinyatakan sebagai lanjut usia adalah seseorang yang sudah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
      Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa lanjut usia adalah individu yang sudah berusia 60 tahun ke atas yang ditandai dengan beberapa perubahan yaitu perubahan sosial, fisik dan ekonomi.



2.      Perubahan pada Lanjut Usia
      Menurut Hutapea (2005), individu yang memasuki masa lanjut usia ditandai dengan beberapa karakteristik, yaitu:
a.    Perubahan fisik
                        Pada masa lanjut usia, seseorang akan mengalami beberapa perubahan dan penurunan fisik yaitu:
1)      Perubahan sistem imun tubuh yang menyebabkan seseorang menjadi rentan terhadap penyakit,
2)      Kemampuan mencerna dan menyerap makanan menurun,
3)      Permasalahan pada istem saraf seperti respon lamban dan kepekaan indera yang menurun,
4)      Perubahan fleksibilitas pada persendian,
5)      Energi yang dikeluarkan oleh tubuh mengalami penurunan

b.    Perubahan psikososial
                        Perubahan yang dirasakan lanjut usia yang sudah tidak produktif untuk bekerja sehingga sulit untuk melakukan kontak sosial bersama temantemannya lagi. Anak-anak yang mulai meninggalkan rumah juga dapat membuat lanjut usia merasa kesepian, perasaan tidak aman, mudah bingung dan depresi (Partini, 2011).
c.    Perubahan ekonomi
Lanjut usia mulai bergantung kepada keluarganya ketika dirinya tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari dikarenakan tidak memiliki pekerjaan atau sudah menjalani masa pensiun. Terkadang, ketergantungan tersebut dapat membuat para Lanjut Usia mulai kehilangan perasaan bangga dan kewibawaannya (Partini, 2011).




3.      Lansia yang Bekerja
      Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa aktifitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya (Anaroga, 2005).
      Kehidupan ekonomi penduduk lansia berkaitan dengan keadaan ekonomi pada umumnya, kesempatankesempatan kerja, sistem tunjangan, dan bantuan keluarga. Di dalam kehidupan modern berkembang institusi seperti pensiun, tunjangan, asuransi yang dapat menunjang atau meringankan masalah ekonomi hari tua, rumah jompo, petugas-petugas sosial, hal mana tidak dikenal dalam kehidupan tradisional. Pada negara-negara industri terdapat keragaman di dalam kesempatan-kesempatan kerja tersebut dan juga bantuan yang diberikan oleh keluarga. Kondisi penduduk lansia pada umumnya adalah terjadinya penurunan produktivitas seiring dengan umurnya, penurunan tingkat mobilitasnya, kesehatan dan penurunan inteligensi. Adanya kondisi penduduk lansia yang kurang menguntungkan ini menjadi masalah yang kompleks dari segi pemenuhan kebutuhan ekonominya.
C.    Kerangka Berpikir
         Setiap individu tentunya berharap dapat menjalani masa tuanya dengan bahagia. Ketika memasuki masa tua, sebagian lanjut usia (lansia) dapat menjalaninya dengan bahagia, namun tidak sedikit dari mereka yang mengalami hal sebaliknya, masa tua dijalani dengan rasa ketidakbahagiaan, sehingga menyebabkan rasa ketidaknyamanan. Lanjut usia juga mengalami ketakutan, terutama pada ketergantungan fisik dan ekonomi, sakit yang kronis.
Dilihat secara keseluruhan, biasanya seorang yang sudah lansia menghabiskan masa tuanya untuk bersantai dengan keluarga, menggendong dan mengasuh cucu serta menikmati segala hal baik itu materi atau prestasi yang didapatkan sewaktu muda. Namun faktanya, diluar sana masih banyak sekali lansia yang masih bekerja, dan bahkan pekerjaan itu tergolong pekerjaan berat. Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, ada beberapa alasan mengapa lansia masih tetap bekerja, yaitu untuk memenuhi kebutuhan kehidupan, ingin berinteraksi dengan lingkungannya, dan ingin mencari kebahagiaan individu dalam bekerja. Adapun bagan alur kerangka berpikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Berpikir
4.      Pertanyaan Penelitian
Dari kerangka berpikir di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan ialah bagaimana gambaran kebahagiaan pada lansia bekerja sebagai pedagang?



















BAB III
METODE PENELITIAN
A.    DESAIN PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe studi kasus. Menurut Sugiyono (2009) penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dengan peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan datanya dilakukan secara triangulasi, analisis datanya bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Sementara itu, menurut Bogdan dan Biklen (dalam Syamsudin, 2009) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Sementara itu, Surachman (dalam Syamsudin, 2009) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada satu kasus secara intensif dan rinci. Adapula pakar lain, Yin (2011) yang memberikan definisi yang lebih teknis. Menurutnya, studi kasus adalah suatu inquiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas, dan dimana multisumber bukti dapat dimanfaatkan.
Alasan menggunakan metode ini adalah karena penelitian ini akan meneliti secara mendalam kebahagiaan pada lansia yang bekerja sebagai pedagang. Dalam penelitian ini, penulis akan memahami gambaran kebahagiaan pada lansia yang bekerja sebagai pedagang secara komprehensif.


B.     INFORMAN PENELITIAN
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling meruapakan teknik dalam probability sampling yang berdasarkan kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih, karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan  (Herdiyansyah, 2015). Dalam penelitian ini subjek yang dipilih adalah seorang lansia yang bekerja sebagai pedagang.
C.     INSTRUMEN PENGALIAN DATA
1.      Peneliti
Dalam penelitiaan kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument berfungsi menetapkan focus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2009). Nasution (dalam Sugiyono, 2009) menyatakan dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama.
2.      Wawancara Semi-Terstruktur
Wawancara semi-terstruktur merupakan wawancara yang menggunakan pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema dan alur pembicaraan. Selain itu kecepatan wawancara dapat diprediksi. Wawancara ini lebih fleksibel, tetapi tetap terkontrol dalam hal pertanyaan atau jawaban. Pedoman wawancara akan dijadikan sebagai patokan ataupun alur dalam pembicaraan dan untuk prediksi waktu wawancara. Pada wawancara semi-terstruktur ini pedoman wawancara hanya berupa topik-topik prmbicaraan saja yang mengacu pada satu tema sentral yang telah ditetapkan dan disesuaikan dengan tujuan wawancara. Tujuan dari wawancara semi-terstruktur ini adalah untuk memahani suatu fenomena atau permasalahan tertentu agar mendapatkan pemahaman suatu fenomena. Dalam penilitian ini tepatnya fenomena lansia bekerja sebagai pedagang.
3.      Observasi
Menurut Matthews dan Ross tersebut dinyatakan bahwa observasi meruapakan metode pengumpulan data melalui indera manusia.  observasi adalah seatu kegiatan yang terencana dan terfokus untuk melihat dan mencatat serangkain perilaku atau jalannya sebuah sistem yang memiliki tujuan tertentu, serta mengungkapkan apa yang ada dibalik munculnya perilaku dan landasan suatu sistem tersebut (Mills, 2003).
Herdiyansyah mengemukakan beberapa syarat perilaku yang dapat diobservasi , antara lain: pengamatan dapat dilihat berdasarkan frekuensinya, berdasarkan penyebab perilakunya, berdasarkan durasinya dan lain-lain. Terkadang perilaku tidak selamanya dapat terlihat oleh mata, oleh karena itu observasi dapat dilakukan dengan mendengarkan seperti halnya nada suara saat menjawab pertanyaa-pertanyaan yang diajukan oleh intervewer.
4.      Triangulasi
Triangulasi diartikan sebagai tekanik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Dengan triagulasi data maka akan sekaligus dilakukan uji kredibilitas data, yaitu mengecek kridibiltas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. Maka datayang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas dan pasti.
D.    PROSEDUR PENELITIAN
Menurut Herdiyansyah (2015) tahapan-tahapan dalam penelitian kualitatif yakni sebagai berikut:
1.      Mengangkat permasalahan
Permasalahan yang diangakt dalam penelitian kualitatif biasanya merupakan permasalahan yang sifatnya unik, khas, memiliki daya tarik tertent, spesifik, dan terkadang sangat individual karena beberapa penelitian kualitatif yang dilaksankan memang bukan untuk kepentingan generalisasi.
2.      Memunculkan pertanyaan penelitian
Pertanyaan penelitian merupakan cirri khas dari penelitian kualitatif. Pertanyaan penelitian merupakan spirit dari penelitian kualitatif yang fungsinya sama penting seperti hipotesis dalam penelitian kuantitatif. Pertanyaan penelitian dapat bersifat fleksibel (bisa bertambah dan berkurang serta berubah) sesuai dengan pekembangan yang terjadi di lapangan.
3.      Menggumpulkan data yang relevan
Data dalam penelitian kualitatif umumnya berupa kumpulan kata, kumpulan kalimat, kumpulan pertanyaan, atau uraian yang mendalam.  Karena berupa kalimat atau pernyataan maka terdapat data yang sifatnya relevan dan juga terdapat data yang tidak relevan. Untuk mendapatkan data yang relevan dibutuhkan metode pengumpulan data yang juga relevan sesuai dengan data yang diinginkan.
4.      Melakukan analisis data
Analisis data yang digunakan biasanya bersifat manual (berdasarkan kemampuan dan kepekaan/ ketajaman analisis peneliti).
5.      Menjawab pertanyaan penelitian
Hasil analisis data yang dilakukan, kemudian dikaitkan kembali dengan fenomena yang diangkat untuk kemudian menjawab pertanyaan penelitian. Kelebihan dari penelitian kualitatif adalah dapat menggunakan gaya penulisan yang lebih bebas. Dapat berupa narasi ataupun storytelling, sehingga dalam menjawab pertanyaan penelitian dapat lebih menarik untuk dibaca.

E.     VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Metode kualitatif lebih tepat menggunakan istilah autentisitas daripada validitas, karena autentisitas lebih berarti memberikan deskripsi, keterangan, informasi yang adil dan jujur. Harus dijamin bahwa hasil yang diperoleh dan interpretasinya adalah tepat. Interpretasi harus berdasarkan informasi yang disampaikan oleh partisipan dan bukan karangan peneliti sendiri. Memvalidasi hasil penelitian berarti peneliti menentukan akurasi dan kredibilitas hasil melalui startegi yang tepat seperti dengan member checking atau triangulasi (Raco, 2010).
Reliabilitas dalam penelitian kualitatif adalah tingkat sejauh apa sebuah instrument riset seperti angket atau kuisioner ketika digunakan lebih dari seklali akan memproduksi hasil atau jawaban yang sama. Namun, dalam penelitian kualitatif peneliti adalah intrumen utamanya. Maka, penelitian kualitatif tidak pernah sepenuhnya konsisten dan dapat direplikassi atau diulang. Penyebabnya, karakteristik dan latar belakang dari masing-masing peneliti mempengaruhi apa yang dilihat dan bagaiman mencapai kesimpulan penelitian. Oleh karena itulah salah satu cara untuk mencapai beberapa kriteria reliabilitas dalam riset kualitatif adalah menyusun audit atau dicision trail yang merupakan cacatan terperinci berisi dokumentasi dadta, keputusan dan metode yang telah dibuat selama penelitian berlangsung (Daymon dan Holloway, 2008).
F.      TEKNIK ANALISIS DATA
Pada analisis data kualitatif peneliti membangun kata-kata dari hasil wawancara atau pengamatan terhadap data yang dibutuhkan untuk dideskripsikan dan dirangkum (Patilima, 2011). Menurut Sugiyono (2009) analisis data adalah  proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Creswell (dalam Raco, 2010) menggambarkan proses analisis data seperti sebagai berikut :
1.      Pemrosesan data hasil wawancara di lapangan berupa pemindahan ke bentuk teks.
2.      Membaca keseluruhan sari teks hasil dari data tersebut.
3.      Melakukan koding dan klasifikasi dari data disesuaikan dengan masalah dari penelitian.
4.      Melakukan pendeskripsian pola dan  juga tema sesuai dengan masalah penelitian.
Penafsiran data disini biasanya berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, peneliti menafsirkan teks yang disampaikan oleh partisipan. Langlah berikutnya, peneliti menyusun kembali hasil penafsiran tingkat pertama dan mendapatkan tema-temanya. Langkah ketiga yaitu menghubungkan tema-tema tersebut sehingga membentuk teori, gagasan dan pemikiran baru.















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.      Pelaksanaan Lapangan
Pelaksanaan lapangan di lakukan pada tanggal 15 Januari 2017 dimana pelaksaan lapangan dilakukan dengan pengambilan data wawancara dan observasi yang tanpa diketahui oleh subjek. Wawancara di laksanakan pukul pukul 15.26 WIB. Pelaksanaan wawancara sama-sama dilakukan di jalan Garuda Sakti KM.1 karena subjek merupakan pedagang mainan anak-anak. Peneliti dan subjek hanya duduk berdua dan suasana yang hening karena  pada saat itu sedikit siswa masih lagi masuk kelas.
Pada saat wawancara, subjek mengenakan baju kaos partai dan memakai celana training. Wawancara dimulai dengan subjek diminta untuk mengisi lembar Informed Consent sebagai tanda persetujuan bahwa subjek bersedia untuk diwawancarai. Pada saat diwawancarai, subjek terlihat santai dan relaks ketika menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan, dalam menjawab pertanyaan subjek akhirnya dapat menjawab dengan lugas dan tanpa beban sehingga wawancara dapat berjalan dengan lancar. Ketika menjawab pertanyaan subjek juga menjawab dengan detail. Sehingga ketika peneliti  ingin  menanya kan pertanyaan berikutnya subjek sudah terlebih dahulu menjelaskannya. Wawancara selesai pukul 16.00 WIB dengan peneliti dan subjek sedikit berbincang terlebih dahulu diluar hal yang berkaitan dengan proses wawancara sebelum akhirnya peneliti meminta undur diri kepada subjek untuk melaksanakan aktivitas selanjutnya.

B.     Hasil Analisis Data Dan Pembahasan
1.      Profil subjek
Subjek yang diteliti berjumlah satu orang dengan inisial Y yang berjenis kelamin laki-laki. Y berumur 63 tahun yang merupakan salah satu pedagang yang menjal mainan
2.      Gambaran kebahagaiaan pada lansia yang berdagang
Menurut Seligman (2005), aspek kebahagiaan mencakup emosi tentang masa lalu, emosi tentang masa sekarang dan emosi masa depan. Berdasarkan hasol wawancara
a.       Emosi masa lalu
Emosi positif mengenai masa lalu mencakup perasaan lega, kepuasan, bangga, kedamaian dan kesuksesan. Masa lalu tidak selalu menentukan masa depan seseorang. Hal itu dikarenakan bisa saja seseorang yang mengalami masa lalu yang suram mengarahkan individu untuk tidak bahagia di masa sekarang. Peristiwa di masa lalu tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap masa depan individu yang sudah terbebas dari sikap dan pandangannya akan masa lalu. Penekanan terhadap peristiwa baik dan buruk yang berlebihan akan menurunkan ketegangan, kepuasan dan kelegaan.
“Ooh kalau jualan mainan ini baru-baru ini nak, sejak kapan ya? Lupa atuk nak, hahaha. Maklum nak umur atuk kan 63 jadi mulai pelupa hahaha. Yaa sejak itu lah nak, sejak anak terakhir atuk meningglakan atuk, ya nggak meninggalkan juga, yaa apa namanya tu, dia kan udah berkeluarga jadi atuk ditinggal sendiri. Ya kan mereka tu, mereka mau aja memberi sedikit rejeki mereka ke atuk nak, yaa tapi kan atuk segan yaa atuk kan tinggal sendiri, istri atuk juga udah nggak ada, jadi untuk menjalani hidup atuk yaa atuk jualan mainan, senang aja jualan mainan di SD, lihat anak-anak beli mainan, senang aja lihat anak-anak tu. Apalagi pas lagi ada dirumah atuk kasih aja mainan-mainan ni yang mau diambilnya. Sejak kapannya atuk nggak tau, yaa sejak itulah, sejak anak atuk tu menikah, atuk sih udah diajak tinggal sama anak atuk, cuman atuk gak mau, apalagi kalo berumah tangga pasti ada berantem-berantemnya. Atuk kan gak boleh ikut campur ya atuk kan udah pernah merasakan berumah tangga, gimana rasa nya gitu”
b.      Emosi masa sekarang
Aspek kebahagiaan di masa sekarang mencakup dua hal yaitu Kenikmatan (Pleasure) dan Gratifikasi (Gratification). Gratifikasi berbeda dengan kenikmatan. Kenikmatan merupakan kesenangan yang melibatkan komponen indrawi dan emosi yang jelas. Emosi positif dikaitkan dengan indera pengecap, meraba, mengerakkan tubuh, melihat dan mendengar. Meskipun kenikmatan hanya bersifat sementara, ada tiga konsep yang berkaitan dalam peningkatan kebahagiaan tersebut yaitu meresapi (savoring), kecermatan dan habituasi. Meresapi merupakan kesadaran dan memberikan perhatian kepada kenikmatan tersebut. Ada empat jenis savoring : bersyukur, menerima dan memberi pujian, takjub (lenyap dalam kekaguman) dan bermewah-mewah (memperturutkan hati dalam rasa). Kecermatan dilakukan terhadap pengalaman masa sekarang. Dan, kenikmatan yang bersifat habituasi tidak akan memberikan keberhasilan. Sedangkan gratifikasi didapatkan melalui aktivitas-aktivitas yang dikerjakan. Gratifikasi membuat individu terlibat penuh dan kehilangan kesadaran. Ketika individu mengerjakan aktivitas yang disukainya, maka timbul suatu kepuasan bukan kenikmatan.
Hasil wawancara
“Yaa ada senang nya ada sedihnya, semuanya ada ya itu lah tadi ada senangnya ada duka, ya duka nya paling atuk kenapa lah dulu itu atuk apa lah ya, ndak punya keterampilan ndak punya apa ya ndak punya keterampilan khusus lah gitu, atuk kan punya masalah sendiri akhirnya kan bergantung pada orang lain, kalau senangnya sih ya itu atuk punya tetangga yang baik sama atuk misalnya atuk pulang larut malam terus mereka nanyain atuk udah makan atau belum, kalau belum ayok mampir lah makan, senang karna atuk punya tetangga yang baik yang mau memperhatikan atuk. Kadang nanti kalo misalnya mereka ada rejeki lebih kada mereka kasih atuk, atau ngasih baju walaupun saya tau itu baju suaminya yang dulu, tapi atuk senang karna masih ada yang mau memperhatikan atuk. Terus saya juga senang lihat anak-anak beli barang dagangan yang saya jual, karna seperti yang atuk bilang tadi senang berinteraksi dengan yang lain bisa mengusir kesepian atuk, yaa di masa tua saya punya kenangan dengan orang lain, dengan anak-anak gitu. Yang dulu nya saya jarang berkomunikasi dengan keluarga jadinya bisa berkomunikasi dengan orang lain, walaupun topin nya ntah apa-apa tapi saya tetap sengang dapat cerita sama orang lain, bersyukur mereka tu paham sama saya bahwa saya sedang kesepian seperti penjual-penjual yang lain tu sering ngajak ngobrol saya, walaupun nanya bapak tinggal dimana, saya tau itu cuman sekedar basa-basi aja tapi saya cukup senang gitu dengan mereka mau ngajak saya ngobrol gitu. Terus anak-anak tersebut selalu menanti-nanti saya di gerbang sekolah, kemaren pernah pas saya lagi sakit kan, terus mereka nanya “atuk kemana?” gitu “kami mau belanja ini atuknya gak ada”yaa saya senang gitu mereka nyariin saya pas saya lagi ndak jualan. Lebih banyak senangnya dari pada dukanya gitu.”
Dari hasil wawancara yang dilakukan subjek terlihat bahagia menjalani kehidupannya yang sekarang, dengan semua keterbatasan ekonomi dan fisik yang sudah mulai renta, namun senyum si subjek memperlihatkan bahwa dia sangat bahagia dan tenang menjalani hidup.





.




BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kebahagiaan adalah suatu hal yang menjadi harapan dalam diri seseorang, bahkan setiap orang sangat mendambakan kehidupan yang berbahagia semasa hidupnya. Menurut Lukman (2008) kebahagiaan pada tiap individu tergantung pada pemaknaan dan memahami kebahagiaan. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan terpenuhinya kebutuhan hidup dan ada banyak cara yang ditempuh oleh masing-masing individu. Orang bekerja untuk memperoleh penghasilan dan pencapaian karier. Orang berkeluarga untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih sayang. Begitu pula orang belajar untuk memenuhi kebutuhan akan ilmu pengetahuan. Semua kegiatan tersebut dilakukan untuk memperoleh satu tujuan, yaitu kebahagiaan.















DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji. 2005. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta
Carr, Alan. (2004). Positive psychology, the science of happiness and human strength. new york: brunner-routledge.
Diener, E., Chan, M.Y. (2011). Happy people live longer : Subjective Well being contributes to health and longevity. Journal applied psychology : health and well being, 3(1), 1-43
Herdiyansyah, Haris. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi. Jakarta: Salemba Humanika.
Hutapea. (2005). Sehat dan ceria di usia senja, melangkah dengan anggun. Jakarta : Rineka Cipta
Lukman, M.E. (2008). Bahagia tanpa menunggu kaya. Jawa Timur: Kanzun Book
Maryam, S. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Penanganannya. Jakarta: Salemba Medica
Newman and Newman. (2006). Development through life, 9th edition. USA : Thomson Higher Education
Nugroho, W. (2008). Keperwatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC
Partini, S. (2011). Psikologi lanjut usia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Rusydi, E. (2007). Psikologi kebahagiaan : dikupas melalui pendekatan psikologi yang sangat menyentuh hati. Yogyakarta : Progresif Books
Santrock, J.W. (2002). Perkembangan masa hidup. Jakarta : Erlangga
Seligman, M.E.P. (2005). Menciptakan kebahagiaan dengan psikologi positif (authentic happiness). Bandung : PT.Mizan Pustaka
Setiawan, B.M. (2013). Kesepian Pada Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah Demak, Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Negeri Semarang
Suadirman, S.P. (2011). Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Syamsudin, AR, dan Vismaia S. Damayanti. 2009.  Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: SPS UPI dan PT Remaja Rosdakarya
Yin, Robet K. 2011. Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Rajagrafindo Persada


Comments

Popular posts from this blog

review jurnal psikologi perkembangan “Hubungan Antara Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir”

Jurnal psikologi bahasa inggris beserta terjemahannya dalam bahasa indonesia