MOTIVASI BERAGAMA
MOTIVASI BERAGAMA
I. Pendahuluan
Motivasi adalah berawal
dari kata motif, yang memiliki arti dorongan. Motivasi merupakan sebab-sebab yang
menjadi dorongan bagi tindakan seseorang. Dorongan itu dapat muncul dari tujuan
dan kebutuhan demi berlangsungnya
kehidupan manusia. Manusia butuh akan motivasi sebagai penyemangat, gairah,
atau dorongan untuk mengambil keputusan.
Agama ialah sistem
norma yang mengatur manusia dengan yang lainnya, sebuah sistem nilai- yang
memuat norma-noma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka
acuan dalam bersikap dan bertingkah laku. Pengaruh agama dalam kehidupan
individu memberi kemantaapan batin, rasa bahagia, rasa terlindung, rasa puas,
dalam hali ini agama dalam kehidupan individu selain menjadi motivasi juga
merupakan harapan.
Sedangkan motivasi beragama adalah dorongan manusia untuk memeluk
agama yang diyakininya. Berikut dalam makalah ini akan dibahas
lebih jelas mengenai motivasi beragama bagi seorang muslim.
II.
Permasalahan
Berdasarkan uraian di
atas, dalam makalah kami mengambil beberapa permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana motivasi menurut perspektif
psikologi Islam ?
2. Bagaimana beragama menurut perspektif
psikologi Islam ?
3. Bagaimana motivasi beragama bagi seorang
muslim ?
III. Pembahasan
1. Motivasi Menurut Perspektif Psikologi Islam
Sebenarnya kata
Motivasi banyak disebutkan di dalam bahasa Al-Qur’an, yang salah satunya adalah
fitrah yang artinya adalah potensi atau pembawaan manusia yang dibawa sejak ia
lahir. Manusia selain sebagai makhluk rasionaistikl juga sebagai makhluk
metafisik, yaitu makhluk yang digerakkan oleh sesuatu di luar nalar yang
biasanya disebut naluri atau insting. Setiap perbutan yang dilakukan manusia
baik yang disadari atau (rasional) maupun yang tidak disadari (mekanikal atau
naluri) pada dasarnya merupakan sebuah wujud untuk menjaga sebua keseimbangan
hidup. Jika kesimbangan tubuh ini terganggu, maka akan timbul suatu dorongan
untuk melakukan aktivitas guna mengembalikan keseimbangan tubuh.
Islam sebagai agama
yang sesuai dengan fitrah manusia, sangat memperhatikan konsep kesimbangan,
yang dijelaskan pada QS. al-Hijr 19 yang berbunyi:
وَاْلأَرْضض مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنبَتْنَا فِيهَا مِن كُلِّ شَىْءٍ مَّوْزُونٍ {19}
Artinya:
“Dan
kami telah menghamparkan bumi dan menjdikan padanya gunung-gunung dan kami
tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukurannya”. (QS. Al-Hijr:19)
الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ
{7}
Artinya:
“ Yang telah
menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan
tubuh)mu seimbang” (QS. Al-Infithar:7) [1]
Jadi, dapat diketahui
bahwa, motivasi (motivation) adalah keseluruhan dorongan, keinginan, kebutuhan,
dan daya yang sejenis yang mengarahkan perilaku. Motivasi sudah diartikan suatu
variabel penyelang yang digunakan untuk menimbulkan faktor-fakor tertentu di
dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyeluruh
tingkah laku menuju satu sasaran. Motivasi juga dapat diartikan sebagai
semangat. Pengertian inilah yang berkembang di tengah kehidupan masyarakat.
Berikut ini pengertian
motivasi :
1. Menurut Abraham Maslow dan Douglas
McGregor, motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan
oleh seorang individu.
2. Menurut Mitchell, motivasi adalah proses
yang menjelaskan intensitas, arah, ketekunan seorang individu untuk mencapai
suatu tujuan.
3. Motivasi adalah proses pengembangan dan
pengarahan perilaku individu atau kelompok, agar individu atau kelompok itu
menghasilkan keluaran yang diharapkan, sesuai dengan sasaran atau tujuan yang
ingin dicapai. (Ensiklopedi Manajemen, Ekonomi dan Bisnis, 1993). [2]
4. Menurut Wirawan Sarwono, motivasi adalah
istilah yang lebih umum, yang menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk di
dalamnya situasi yang mendorong timbulnya tindakan atau tingkah laku individu.
Seberapapun perbedaan
para ahli dalam mendefinisikan motivasi, namun dapat dipahami bahwa motivasi merupakan
akumulasi daya dan kekuatan yang ada dalam diri seseorang untuk mendorong,
merangsang, menggerakkan, membangkitkan dan memberi harapan pada tigkah laku.
Motivasi menjadi pengarah dan pembimbing tujuan hidup seseorang, sehingga ia
mampu mengatasi inferioritas yang benar-benar dirasakan dan mencapai
superioritas yang lebih baik. Makin tinggi motivasi hidup seseorang, maka makin
tinggi pula intensitas tingkah lakunya, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
Dalam psikologi Islam,
pembahasan motivasi hidup tidak terlepas dari tahapan kehidupan manusia. Secara
garis besar, kehidupan manusia terbagi atas tiga tahap penting :
1) Tahapan pra kehidupan dunia, yang disebut
dengan alam perjanjian atau alam alastu. Pada aam ini terdapat rencana atau design
Tuhan yang memotivasi kehidupan manusia di dunia. Isi motivasi yang dimaksud
adalah amanah yang berkenaan dengan tugas dan peran kehidupan manusia di dunia.
2) Tahapan kehidupan dunia, untuk
aktualisasi atau realisasi diri terhadap amanah yang telah diberikan pada alam
pra kehidupan dunia. Pada alam ini realisasi atau aktualisasi diri manusia
termotivasi oleh pemenuhan amanah. Kualitas hidup seseorang sangat tergantung
pada kualitas pemenuhan amanah.
3) Tahapan alam pasca kehidupan dunia, yang
disebut dengan hari penghabisan atau yaumul akhirah. Pada kehidupan ini manusia
diminta oleh Allah untuk mempertanggungjawabkan semua aktivitasnya, apakah
aktivitasnya sesuai dengan amanah atau tidak.
Menurut pandangan Islam
telah dinyatakan secara jelas bahwa motivasi hidup manusia hanyalah realisasi
atau aktualisasi amanah Allah SWT semata. Menurut Fazlur Rahman, amanah
merupakan inti kodrat manusia yang diberikan sejak awal penciptaan, tanpa
amanah manusia tidak memiliki keunikan dengan makhluk-makhluk lain. Firman
Allah:
إِنَّا عَرَضْنَا اْلأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا اْلإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولاً {72}
Artinya:
Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu, dan mereka khawatir akan
menghianatinya, dan dipikillah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat dzalim dan amat bodoh.(QS. Al-Ahzab:72) [3]
Dalam Al-Qur’an
disebutkan beberapa motivasi aktivitas hidup seseorang. Namun motivasi yang
dapat dibenarkan adalah :
1. Tidak ada motivasi atau tendensi apapun
dalam ibadah, hidup dan mati ini kecuali semata-mata karena Allah. Firman Allah
SWT:
قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: Katakanlah:
sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.(QS Al-An’am :162)
2. Semata-mata ikhlas karena Allah SWT,
sebab hal itu merupakan bentuk beragama yang benar. Firman Allah SWT:
وَمَآ أُمِرُوْ~ا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْااللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ
الدِّيْنَ حُنَفَآءَ وَيُقِيْمُوْا الصَّلَوةَ وَيُؤْتُوْا االزَّكَوةَ وَذَلِكَ دِيْنُالْقَيِّمَةِ
{5}
Artinya: padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan
sholat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS
Al-Bayyinah: 5)
3. Untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat dan terhindar dari siksaan api neraka. Firman
Allah:
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّار
Artinya: “Dan diantara
mereka ada orang yang bendo'a: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di
dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". [4]
2. Beragama Menurut Perspektif Psikologi Islam
Beragama juga berasal
dari bahasa Inggris yaitu religiosity dari akar kata religy yang berarti agama.
Religiosity merupakan bentuk kata dari kata religious yang berarti beragama,
beriman. Beragama adalah adanya kesadaran diri individu dalam menjalankan suatu
ajaran dari suatu agama yang dianut. Manusia diciptakan dengan membawa fitrah
yang penciptaannya lebih sempurna dibanding dengan makhluk yang lain.
Penciptaannya ini dilengkapi dengan akal dan nafs, dengan memiliki akal manusia
dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk. [5] SebagaimanaRasulullah SAW
bersabda:
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ
Artinya:
“Telah menceritakan kepada Adam telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza’bin dari Az-zuhriyyi dari Abu Salamah bin
Abdur rahman dari Abu Hurairah berkata: Nabi SAW bersabda: setiap anak
dilahiran dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikan
anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang
melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat
padanya?”
Dalam referensi yang
berbeda, bahwa manusia memiliki fitrah atau potensi yang terdiri dari Nafs,
Qalb, Ruh,dan Aql. Berkenaan dengan agama yang dipeluk setiap manusia, maka hal
ini dikaitkan pula dengan Ruh. Ruh merupakan dimensi jiwa manusia yan bernuansa
ilahiyyah. Implikasinya dalam kehidupan manusia adalah aktualisasi potensi
luhur batin manusia berupa keinginan mewujudkan nilai-nilai ilahiyyah yang
tergambar dalam Asmaul Husna (nama-nama Allah) dan berperilaku agama (makhluk
agamis). Ini sebagai konsekuensi logis dimensi Ruh yang berasal dari tuhan,
maka ia memiliki sifat-sifat yang dibawa dari asal tersebut. Jadi, kebutuhan
manusia untuk memeluk agama adalah suatu hal yang logis. Dalam agama, keyakinan
terhadap Allah dapat dipenuhi dan dipuaskan. Dari sinilah dapat diketahui,
bahwa manusia memang butuh Agama. Yang mana konsekuensi ini menolak pandangan
psikologi tentang paham Behafiorism dan Psikoanalismyang menganggap bahwa
beragama adalah sebagai orang yang mengidap penyakit jiwa. Karena jiwa manusia
hampa dimensi Ruh yang merupakan dimensi Ilahiyyah manusia yang bermuara pada
kebutuhan terhadap Tuhan dan Agama. Jadi, wajar saja jika tidak mengakui agama
sebagai kebutuhan jiwa manusia, namun malah sebaliknya menganggap sebagai
penyakit jiwa.
Menurut perspektif
Psikologi Islam, ruh merupakan dimensi spiritual yang menyebabkan iwa manusia
dapat dan memerlukan hubungan dengan hal-hal yang bersifat spiritual. Jiwa
manusia memerlukan hubungan dengan Tuhan. Maka dari itu, jiwa juga memiliki
daya-daya atau kekuatan-kekuatan yang spiritual yang tidak dimiliki makhluk
lain.
Dari dimensi inilah
menyebabkan manusia memiliki sifat ilahiyyah (sifat ketuhanan) yang mendorong
manusia untuk merealisasikan sifat-sifat Tuhannya dalam kehidupannya di dunia.
[6]
3. Motivasi Beragama Bagi Seorang Muslim
Agama berperan sebagai
motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena
perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai
mempunyai kesucian, serta ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri
seseorang untuk berbuat sesuatu. sedangkan agama sebagi nilai etik karena dalam
melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana
yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran yang dianutnya. Sebaliknya
agama juga sebagi pemberi harapan bagi pelakunya. Seseorang yang melaksanakan
perintah agama umumnya karena adanya suatu harapan terhadap pengampunan atau
kasih sayang dari suatu harapan terhadap pengampunan atau kasih sayang dari
sesuatu yang ghaib.
Motivasi mendorong
seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban. Sedangkan nilai
etik mendorong seseorang untuk berlaku jujur, menepati janji menjaga amanat dan
sebagainya. Sedangkan harapan mendorong seseorang untuk bersikap ikhlas,
menrima cobaan yang berat ataupun berdo’a. Sikap seperti itu akan lebih terasa
secara mendalam jika bersumber dari keyakinan terhadap agama.
Dalam Al-Qur’an
ditemukan beberapa statement baik secara eksplisit maupun implisit menunjukkan
beberapa bentukan dorongan yang memengaruhi manusia. Dorongan-dorongan yang
dimaksud dapat berbentuk instingtif dan dorongan naluriah, maupun dorongan
terhadap hal-hal yang memberikan kenikmatan.
Hal ini dijelaskan dalam QS. Ali-Imron ayat 14 dan QS. Al-Qiyammah ayat
20. Ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia pada dasarnya memiliki kecintaan
yang kuat terhadap dunia dan syahwat (sesuatu yang bersifat kenikmatan pada
badan) yang terwujud dalam kesukaan terhadap perempuan, anak, dan harta
kekayaan. Dalam surat Al-Qiyammah ayat 20 dijelaskan larangan untuk menafikan
kehidupan dunia, karena sebenarnya mnausia diberikan keinginan dalam dirinya
untuk mencintai dunia itu, hanya saja kesenangan hidup itu tidak diperbolehkan
semata-mata hanya untuk kesenagngan saja, yang sebenarnya lebih bersifat
biologis dari pada bersifat psikis. Padahal motivasi manusia harus terarah pada
suatu qiblah, yaitu arah masa depan yang disebut Al-akhirah, sebuah kondisi
yang situasi yang sebenarnya lebih bersiaft psikis.
Dalam surat Ar-Rum ayat
30 juga dijelaskan mengenai fitrah manusia atau sebuah potensi dasar. Potensi dasar
yang memiliki makna sifat bawaan, yang mengambil arti bahwa sejak diciptakan
manusia memiliki sifat pembawaan yang menjadi pendorong untuk melakukan
berbagai bentuk perbuatan, tanpa disertai dengan peran akal, sehingga terkadang
manusia tanpa disadari bersikap dan bertingkah laku untuk menuju pada pemenuhan
fitrahnya. Seperti pada kasus yang terjadi pada “ Agama” animism dan dinamisme,
para pengikutnya bersifat dan bertingkah laku aneh dan irrasional (menyediakan
sesajen) ketika memenuhi kebutuhan fitrahnya untuk beragama.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan potensi dasar atau fitrah
beragama. Semua manusia pasti membutuhkan agama, sekalipun orang atheis secara
actual tidak meyakini adanya Tuhan. Tetapi sebenarnya, secara filosofi, mereka
tetap mencari pegangan hidup yang diwujudkan dalam aturan-aturan kesepakatan
bersama atau semacam undang-undang yang dibuat mereka. Aturan yang dibuat
mereka terkadang lebih fanatic daripada aturan dari seorang penganut agama yang
mengakui aturan yang dibuat Tuhan. Dalam menjalankan aturan itu seakan-akan
atheis mengakui aturan itu sendiri sebagai Tuhannya. Hal ini menunjukkan bahwa
manusia tidak dapat memisahkan diri denagn Tuhan sekalipun manusia tidak
menyadari hubungan itu. Inilah yang dimaksud motivasi beragama. [7]
Pendapat lain
menyatakan bahwa salah satu ciri utama fitrah adalah manusia menerima Allah
sebagai Tuhan. Dari asalnya manusia itu mempunyai kecenderungan beragama, sebab
beragama itu sebagian dari fitrahnya. Sebab-sebab yang menjadikan seseorang itu
tidak percaya terhadap Tuhan bukanlah sifat dari asalnya, tetapi ada kaitannya
dengan alam sekitar. Manusia butuh agama itu karena untuk memberdayakan diri
ketika sedang dalam menghadapi kesulitan atau masalah sebagai wujud untuk
menghindari bahaya yang akan menimpanya.
[8]
4. Analisa
Sejak awal manusia
diciptakan oleh Allah, sebenarnya manusia memilki fitrah atau potensi untuk
beragama. Beragama dalam hal ini adalah beragama Islam. Menurut orang
orientalis, kedatangan Isla adalah sebagai solusi, karena menurut mereka
rujukan yang utama adalah adalah psikologi umum yang dikembangkan oleh kaumnya
sendiri. Kemudian baru merujuk pada psikologi dalam perspektif Islam.
Manusia selain disebut
sebagai makhluk rasionalistik juga disebut sebagai makhluk mekanistik, yang
mana keduanya harus dalam keadaan seimbang. Jika keduanya tidak seimbang maka
manusia butuh adanya suatu dorongan atau motivasi, baik motivasi yang berasal
dari diri sendiri juga yang berasal dari orang lain. Dalam kajian makalah ini
dibahas tentang motivasi beragama bagi seorang muslim. Motivasi adalah dorongan
yang muncul dari diri seseorang untuk mencapai sasaran yang hendak dicapai.
Manusia memiliki dorongan untuk memeluk agama yang diyakininya, hal ini berkenaan
dengan fitrah atau potensi dasar yang disebut dengan Ruh sehingga hal ini
disebut sebagai dimensi Ruh. Dimensi Ruh menyebabakan manusia memiliki sifat
ilahiyyah atau sifat ketuhanan dan mendorong manusia untuk mewujudkan sifat
tuhan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Dari sinilah,
sebenarnya butuh dengan agama sebagai pengatur kehidupan yang mereka jalani.
Manusia butuh agama, karena agama adalah
sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan
Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya. Manusia sejak awal lahirnya telah membawa fitrah
(potensi) yang berbeda. Salah satu potensi yang dibawa manusia itu adalah
potensi agam. Segala tingkah laku yang diperbuatnya baik dan buruknya tingkah
laku itu tergantung pada mahusia yang menjalaninya, karena pada dasarnya segala
sesuatu yang diperbuat manusia akan kembali pada agama.
IV. Penutup
A. Kesimpulan
1. Motivasi dalam perspektif Islam adalah
tahapan kehidupan manusia yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, tahapan
pra kehidupan dunia, yang disebut dengan alam perjanjian atau alam alastu yang
dijelaskan dalam QS. al-A’raf ayat 172. Pada alam ini terdapat rencana dan
design Tuhan yang memotivasi kehidupan manusia di dunia. Isi motivasi yang
dimaksud adalah amanah yang berkenaan dengan tugas dan peran kehidupan manusia
di dunia. Tahapan kedua, tahapan kehidupan dunia, untuk aktualisasi atau
realisasi diri terhadap amanah yang telah diberikan pada alam pra kehidupan
dunia. Kehidupan manusia pada tahap ini sangat termotivasi oleh pemenuhan
amanah. Tahapan ketiga, tahap alam pasca kehidupan dunia yang disebut hari
penghabisan (yaumul akhirah). Pada kehidupan ini, manusia diminta oleh Allah
untuk mepertanggungjawabkan semua aktivitasnya, apakah aktivitas yang dilakukan
sesuai dengan amanah atau tidak, jika sesuai dia akan masuk surga dan jika
tidak maka akan masuk neraka.
2. Beragama menurut psikologi Islam adalah
setiap manusia yang lahir ke dunia memiliki potensi atau fitrah untuk memeluk
agama yang diyakininya. Hal ini dikarenakan manusia memiliki fitrah yang
disebut dengan Ruh. Ruhlah yang mendorong manusia untuk mencari agama yang
dianggap benar.
3. Motivasi beragama bagi seorang muslim
merupakan dorongan bagi manusia untuk menjalankan apa saja yang menjadi
konsekuensi dari masing-masing agama yang dipeluknya.
B. Saran
Alhamdulillah, makalah
yang kami susun dengan judul “Motivasi Beragama” pada mata kuliah Psikologi
Islam ini dapat selesai tepat pada waktunya. Kemi sudah berusaha semaksimal
mungkin dalam menyusun makalah ini, namun masih ada kekurangan, karena tidak
ada satu pun di dunia ini yang sempurna kecuali Allah. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Atas kritik dan sarannya kami
ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada kita
semua.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Saleh,
Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, Prenada Media, Jakarta;2004.
Abdul Mujib,
Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta;2002.
Baharuddin, Aktualisasi
Psikologi Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta;2005.
Baharuddin, Paradigma
Psikologi Islami, Puataka Pelajar, Yogyakarta; 2004.
Djamaludin Ancok,
Psikologi Islami, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta;2011.
Heri Jauhari Muchtar,
Fikih Pendidikan, PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung;2008.
Sumanto, Psikologi
Umum, CAPS (Center of Academic Publishing Service), Yogyakarta;2014.
________________________________________
[8] Djamaludin Ancok, Psikologi Islami, Pustaka Pelajar, Yogyakarta;2011, hal 157.
http://fitrianahadi.blogspot.co.id/2014/12/makalah-psikologi-islam-tentang_9.html
Comments
Post a Comment