Pola Komunikasi di dalam Keluarga dengan Ibu sebagai Pencari Nafkah Tunggal






Pola Komunikasi di dalam Keluarga dengan Ibu sebagai Pencari

Nafkah Tunggal

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk
hidup secara berkelompok, bermasyarakat, dan tidak memungkinkan untuk hidup
sendiri tanpa adanya hubungan di dalam lingkungan. Hal ini membuktikan adanya
keinginan dan kebutuhan manusia untuk dapat terus berinteraksi. Dari sanalah
diperlukannya komunikasi antar sesama agar hubungan dan interaksi tersebut
dapat terus terjalin.
Diciptakannya untuk hidup berkelompok dapat dilihatnya dari kelompok
besar yaitu bangsa dan negara sampai ke bagian yang terkecil yaitu keluarga.
Keluarga itu sendiri ialah ikatan dari dua individu dalam suatu pernikahan yang
membentuk satu rumah tangga dan biasanya memiliki anak-anak dari hasil
pernikahan mereka.
Sebuah keluarga dapat dikatakan ideal jika orang-orang yang ada di dalam
keluarga tersebut melakukan peran dan fungsinya masing-masing. Seorang suami
memerankan fungsinya sebagai suami bagi istrinya sekaligus ayah dari anak-
anaknya, yang bekerja keras sebagai tulang punggung keluarga dan kepala
keluarga dalam mencari nafkah untuk menghidupi dan mempertahankan
kelangsungan hidup anggota keluarganya. Sedangkan seorang istri memerankan
fungsi dan perannya sebagai istri dari suaminya dan juga ibu dari anak-anaknya
yang mengurus rumah tangga, mendidik dan mengasuh anak-anaknya, serta
terkadang berperan sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarganya. Serta
anak-anak yang memenuhi tugas mereka dalam menyelesaikan pendidikannya.
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,
sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi
tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku
dari keluarga, kelompok dan masyarakat.

Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :
1. Peranan Ayah : Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala
keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari
kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
2. Peranan Ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan
untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,
pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai
anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan
sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
3. Peran Anak : Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
Peran istri sebagai pencari nafkah tambahan diperlukan seperti pada uraian
di atas, Seperti pada contoh kasus berikut :
(http://infoanakindonesia.tripod.com/ibu_bekerja.htm)
Salah satu dampak krisis moneter adalah bertambahnya kebutuhan yang
tidak dapat terpenuhi karena semakin mahalnya harga-harga. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut salah satu caranya adalah menambah penghasilan
keluarga…akhirnya kalau biasanya hanya ayah yang bekerja sekarang ibupun ikut
bekerja.
Ibu yang ikut bekerja mempunyai banyak pilihan. Ada ibu yang memilih
bekerja di rumah dan ada ibu yang memilih bekerja di luar rumah. Jika ibu
memilih bekerja di luar rumah maka ibu harus pandai-pandai mengatur waktu
untuk keluarga karena pada hakekatnya seorang ibu mempunyai tugas utama yaitu
mengatur urusan rumah tangga termasuk mengawasi, mengatur dan membimbing
anak-anak. Apalagi jika ibu mempunyai anak yang masih kecil atau balita maka
seorang ibu harus tahu betul bagaimana mengatur waktu dengan bijaksana.
Seorang anak usia 0-5 tahun masih sangat tergantung dengan ibunya. Karena anak
usia 0-5 tahun belum dapat melakukan tugas pribadinya seperti makan, mandi,
belajar, dan sebagainya. Mereka masih perlu bantuan dari orang tua dalam
melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Bila anak itu dititipkan pada seorang
pembantu maka orang tua atau khususnya ibu harus tahu betul bahwa pembantu
tersebut mampu membimbing dan membantu anak-anak dalam melakukan
pekerjaannya. Kalau pembantu ternyata tidak dapat melakukannya maka anak-
anak yang akan menderita kerugian.

Dalam contoh di atas, sang Ibu atau istri masih memiliki pilhan untuk
menjadi pencari nafkah tambahan atau tidak, karena sang Suami masih sebagai
pencari nafkah utama yang bertanggung jawab untuk mencari penghasilan guna
memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarganya.
Tetapi bagaimana bila yang terjadi sebaliknya yaitu dihadapkan kepada
permasalahan bahwa suami tidak lagi bekerja disebabkan beberapa faktor, tentu
saja istri mau tidak mau harus menggantikan peran suami sebagai pencari nafkah
bila ia masih peduli akan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam
keluarganya.
Saat ini banyak faktor yang menyebabkan keluarga ideal tersebut tidak
dapat menjalankan peran dan fungsi sebagai mana mestinya. Seperti :
1. Ada yang tidak mau bekerja selama belum memperoleh pekerjaan yang
diidamkannya. Dalam kasus ini bisa saja ia dulunya bekerja namun kemudian
kehilangan pekerjaannya. Ia menolak untuk melakukan pekerjaan lainnya sebab ia
merasa tidak cocok.
2. Ada yang tidak mau bekerja sampai menemukan pekerjaan yang diidamkannya.
Masalahnya adalah, ia tidak pernah bekerja.
3. Ada yang tidak mau bekerja karena merasa kecewa atau sakit hati dengan
pekerjaannya. Mungkin ia diberhentikan dengan cara yang tidak adil atau ia
diperlakukan secara buruk.
4. Ada yang tidak mau bekerja karena sukar berelasi dengan orang. Ada yang
tidak mau bekerja karena memang ia seorang yang malas.
Adapun faktor lain, dimulai dari faktor usia sampai kepada sempitnya
lapangan pekerjaan yang tersedia yang menyebabkan seorang suami/ ayah tidak
menjalankan perannya sebagai pencari nafkah. Tentu saja peran istri pasti sangat
dilibatkan dalam kondisi ini untuk menggantikan peran suami memenuhi
kebutuhan dan kelangsungan hidup keluarga mereka.
Otomatis, seperti yang telah dijelaskan oleh peneliti di atas, jika suami
yang sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah utama tidak lagi
menjalakankan perannya, maka sang Ibu atau istrinya-lah yang menggantikan
kedudukannya sebagai pencari nafkah atau tulang punggung bagi keluarganya.
Di Indonesia, wanita yang menjadi tulang punggung keluarga, dirasa sangat tidak
biasa dan tidak wajar karena sudah menjadi nilai sosial jika suami bekerja

mencari nafkah dan istri mengurus rumah tangga dan bekerja seperlunya sebagai
pencari nafkah tambahan.
Perbedaan Gender tersebut di atas merupakan isu negatif yang sudah lama
muncul sejak puluhan tahun yang lalu, terutama di Indonesia. Makna gender
disini bukanlah jenis kelamin. Secara umum, pengertian Gender adalah
pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang
dibentuk oleh lingkungan sosial budaya. Ironisnya, masyarakat belum mengerti
apa arti gender sesungguhnya. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya
kesenjangan peran sosial dan tanggung jawab sehingga timbul diskriminasi,
terhadap laki-laki dan perempuan.
Faktor utama penyebab kesenjangan gender adalah tata nilai sosial budaya
masyarakat, dimana laki laki lebih diutamakan daripada wanita. Kedudukan dan
peran wanita ditempatkan jauh lebih rendah daripada laki laki. Misalnya, wanita
tidak bisa mendapatkan posisi yang tinggi dalam pekerjaan atau wanita
diwajibkan untuk meminta izin kepada suami dalam berbagai hal, sementara
suami tidak memperdulikan izin dari istrinya. Faktor yang kedua ialah pelabelan
negatif atau stereotipe terhadap seorang wanita. Misalnya persepsi terhadap tugas
dan fungsi seorang wanita adalah bekerja di dapur, melayani suami dan urusan
rumah tangga.
Namun seiiring dengan berkembangnya waktu, masyarakatpun perlahan
sadar akan situasi dan kondisi yang saat ini terjadi, karena jika bukan mereka
yang menggantikan peran suaminya,lalu siapa lagi, sehingga wanita yang menjadi
tulang punggung keluarga mulai dimengerti oleh masyarakat.
Masyarakat Indonesia yang beranggapan bahwa wanita yang menjadi
tulang punggung tunggal bagi keluarganya dirasa tidak wajar karena mungkin
mereka didasarkan juga pada UU Perkawinan No.1 tahun 1974. Dalam pasal 31
(3) UUP menetapkan bahwa peran suami adalah sebagai kepala keluarga dan istri
sebagai ibu rumah tangga. Suami wajib melindungi istrinya, dan memberi segala
sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya (pasal 34
ayat 1) sedangkan kewajiban istri adalah mengatur urusan rumah tangga sebaik-
baiknya (pasal 34 ayat 2) Dengan pembagian peran tersebut, berarti peran
perempuan yang resmi diakui adalah peran domestik yaitu peran mengatur urusan
rumah tangga seperti membersihkan rumah, mencuci baju, memasak, merawat
anak dan berkewajiban untuk melayani suami.
Selain itu, banyak kasus yang terjadi terutama dalam pola komunikasi
dalam keluarga tersebut, misalnya anak-anak lebih takut dan hormat kepada sang
Ibu karena dirasa Ibunya-lah yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan

sandang, pangan, papan mereka. Sang Ibu mungkin saja perannya dalam keluarga
dapat lebih dominan daripada suaminya dan merasa yang paling dominan dan
harus di hormati, karena mungkin saja ia juga merasakan bahwa ialah yang telah
bekerja dalam mempertahankan hidup anggota keluarganya dan juga ia sudah
memerankan beberapa fungsi sekaligus yaitu selain menjadi pengganti pencari
nafkah tunggal bagi keluarganya, ia juga bertindak sebagai ibu yang mendidik
anak-anaknya.
Salah satu contoh yang terjadi ialah dalam keluarga Bapak Fuad, dimana
dalam keluarga itu terdiri dari istrinya yaitu Ibu Vaniarty dan anak-anaknya yaitu
Mira dan Indra. Bapak Fuad yang tidak lagi bekerja membuat sang istri harus
turut ambil bagian dan menjadi pencari nafkah tunggal
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan, maka
peneliti membuat sebuah rumusan masalah, yaitu : “Bagaimana pola komunikasi
di dalam keluarga dengan ibu sebagai pencari nafkah tunggal?”. Dalam hal ini
sang Ibu masih dalam status menikah dengan suaminya.
1.3 Tujuan Penelitian
Dalam menjawab rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini ialah
untuk mengetahui. Pola komunikasi dalam keluarga tersebut ditinjau dari sisi
seorang istri dan ibu mereka yang menjadi pencari nafkah tunggalnya dan juga
suami serta anak-anaknya. Masalah dan hambatan yang terjadi antara ibu dengan
suami serta anak-anaknya.Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah dan
hambatan yang terjadi di dalam keluarga tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis ingin menggambarkan beberapa manfaat
penelitian baik dari segi akademis maupun segi praktis, dengan harapan dapat
memiliki manfaat yang dapat diambil bagi banyak pihak, antara lain:
1.4.1 Manfaat Akademis
Dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi mahasiwa yang akan
melakukan penelitian sejenis, yang membahas mengenai komunikasi antarpribadi
di dalam keluarga tersebut.
Dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi untuk mengembangkan ilmu
khususnya ilmu komunikasi yang berkaitan dengan pola komunikasi sang Ibu
terhadap suami dan anak-anaknya

Diharapkan dapat memberi dan memperdalam wawasan kepada para
pembaca penelitian ini mengenai komunikasi yang terjadi di dalam keluarga
tersebut dengan seorang ibu yang menjadi pencari nafkah tunggalnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dapat digunakan sebagai tambahan acuan, wawasan, masukan, serta
evaluasi bagi peneliti dan masyarakat luas khususnya bagi keluarga-keluarga
yang mengalami hal serupa dengan ibu sebagai tulang punggung keluarga.
Penelitian ini juga bermanfaat sebagai referensi yang dapat diterapkan
oleh Ibu sebagai tulang punggung keluarga untuk membangun komunikasi yang
baik terhadap suami dan anak-anak mereka.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.lbh-apik.or.id/penelitian- dampak%20pembakuan.htm
http://sobatbaru.blogspot.com/2008/12/pengertian-keluarga.html

Comments

Popular posts from this blog

contoh Laporan psikologi wawancara ( KEBAHAGIAAN PADA LANSIA)

review jurnal psikologi perkembangan “Hubungan Antara Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir”

Jurnal psikologi bahasa inggris beserta terjemahannya dalam bahasa indonesia