MAKALAH STUDI HADITS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam sebagai agama Allah memiliki dua
sumber utama sebagai pedoman, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Sumber yang kedua,
yaitu hadits merupakan penjabaran dari Al-Qur’an yang maksudnya masih belum
jelas (tersirat).Seiring dengan perkembangan zaman, maka diperlukan klasifikasi
terhadap hadits, karena ternyata posisi dan fungsi hadits ini tidak saja
dipalsukan, tetapi diingkari oleh kalangan umat tertentu. Oleh sebab itu, perlu
untuk mepelajari mengenai hadits dan hadits mana yang akan kita jadikan
pegangan untuk hidup. Untuk lebih jelasnya, berikut akan dipaparkan mengenai
cara mengkaji hadits sahih.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
itu Studi Hadits?
2. Apa
kedudukan Hadits dalam Islam?
3. Bagaimana
Penelitian Hadits?
4. Apa
saja metode Studi Hadits?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui apa itu Hadits
2. Untuk
mengetahui kedudukan Hadits dalam Islam
3. Untuk
mengetahui bagaimanakan penelitian hadits itu
4. Untuk
mengetahui apa saja metode studi Hadits
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Studi Hadits
Berdasarkan kamus lengkap psikologi Study (studi) adalah satu pemeriksaan
atau penyelidikan penelitian, secara khas tidak seformal seperti penelitian
eksperimen, karena biasnya dalam studi tersebut biasanya tidak tercakup
pemanipulasian variabel bebas dan variabel terikat (Chaplin, 2011).
Hadits
berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata hadatsa,
yahdutsu, haditsan dengan pengertian yang mempunyai arti bermacam-macam.
Kata tersebut bisa berarti Al-jadid min Al-Asy ya’ sesuatu yang baru, sebagai
lawan kata dari Al-Qodim yang artinya sesuatu yang sudah kuno atau klasik.
Selanjutnya kata Hadits dapat pula berarti Al-Qorib yang berarti meunjukkan
pada waktu yang dekat atau waktu yang singkat. Selain itu Hadits juga dapat
berarti Al-Khabar yang berarti Mutahaddats bin wa yungal, yaitu sesuatu yang di
perbincangkan, dibicarakan atau diberitakan, dan dialihkan dari seseorang
kepada orang lain.
Berikut
skema Hadits, Khabar, dan Atsar:
Artinya:
"Hadits adalah
segala sesuatu yang datang dari Nabi SAW, baik yang berupa perkataan,
perbuatan, persetujuan, ataupun sifat.”
Artinya:
“Khabar adalah sesuatu
yang datang dari Nabi SAW ataupun yang lainnya, yaitu sahabat beliau, tabi’in,
tabi’ tabi’in, atau generasi setelahnya”
Artinya:
“Atsar adalah segala yang datang selain dari Nabi saw, yaitu dari
sahabat, tabi’in, atau generasi setelah mereka”
Hadits
berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata hadatsa,
yahdutsu, haditsan dengan pengertian yang mempunyai arti bermacam-macam.
Kata tersebut bisa berarti Al-jadid min Al-Asy ya’ sesuatu yang baru, sebagai
lawan kata dari Al-Qodim yang artinya sesuatu yang sudah kuno atau klasik.
Selanjutnya kata Hadits dapat pula berarti Al-Qorib yang berarti meunjukkan
pada waktu yang dekat atau waktu yang singkat. Selain itu Hadits juga dapat
berarti Al-Khabar yang berarti Mutahaddats bin wa yungal, yaitu sesuatu yang di
perbincangkan, dibicarakan atau diberitakan, dan dialihkan dari seseorang
kepada orang lain.
Dari
ketiga arti kata Hadits tersebut, nampaknya yang banyak digunakan adalah
pengertian yang ketiga, yaitu sesuatu yang diperbincangkan atau Al-Hadits atau
Al-Khabar dalam surah Al-Atur ayat 34, yang artinya:
“Maka hendaklah mereka
mendatangkan kalimat yang semisal Al-Quran itu jika mereka orang-orang yang
benar”
Secara
terminologis, hadits berarti segala sesuatu yang diberitakan oleh Nabi Muhammad
SAW. Baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat dan hal-ihwal nabi.
B.
Kedudukan
Hadits dalam Islam
Hadits
memiliki dua fungsi, yaitu sebagai:
a. Mubayyin.
Yaitu sebagai penjelas
hal-hal yang disebutkan secara global dan umum dalam al Qur’an. Seperti
penjelasan tentang tatacara shalat, puasa, haji dan sebagainya. dan
mengecualikan hal-hal yang umum dalam al Qur’an, seperti ahli waris yang berhak
menerima waris. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam al Qur’an:
Artinya:
“Dan Kami turunkan
kepadamu Al Kitab, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”(QS: An Nahl: 44)
b. Sumber
Hukum tersendiri
Hadits sebagai sumber
hukum tersendiri dalam hal-hal yang tidak dibahas dalam al Qur’an baik secara global maupun terperinci,
seperti; hukum haramnya menikahi dengan polygami ponakan dan bibinya, haramnya
binatang yang bertaring, bercakar dsb. berdasarkan:
a) Al
Qur’an:
Sebagaimana firman
Allah SWT:
Artinya:
“Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”(QS: An Nisa: 59)
Dan firmanNya:
Artinya:
“Apa yang diberikan
Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya.”(QS: al Hasyr: 7)
b) Al
Hadits
Sebagaiman sabda
Rasulullah SAW:
Artinya:
“Ingatlah sesungguhnya
aku diberi al Kitab dan (wahyu) sebangsanya bersamanya. Akan datang (suatu
masa) ada seorang laki-laki yang kekenyangan diatas sofanya memberi fatwa
kepada kalian dengan al Qur’an ini (semata). Maka apa saja yang kalian dapatkan
dalam al Qur’an dari yang halal maka halakanlah, dan apa yang kalian temukan di
dalamnya dari yang haram maka haramkanlah. Ingatlah tidak halal buat kalian
keledai piaraan dan setiap yang bertaring dari binatang buas dan barang yang
tercecer milik seorang kafir mu’ahad kecuali jika dia merelakannya.” (HR Abu
Daud dari Abdurrahman bin Auf)
Demikian juga taqrir
Rasulullah saw terhadap Muadz ibn Jabal ketika beliau bertanya; jika ternyata
tidak ada (yang bisa kamu rujuk) dalam al Qur’an? Dia menjawab: Aku akan
merujuk kepada as Sunnah.
C.
Istilah-Istilah Dalam Ilmu Hadits
1. Sanad
adalah sejarah perjalanan matan atau jalan yang menyampaikan kepada matan.
2. Matan
ialah perkataan yang bersanad.
3. Rowi
ialah orang yang meriwayatkan hadits atau khobar.
4. Al
Mukhorrij ialah ahli hadits yang mengeluarkan hadits-hadits yang berbeda
sanadnya dengan hadits-hadits dari kitab seorang ahli Hadits, tetapi tidak
memenuhi standar sanadnya penyusun kitab itu, seperti Abu Nu’aim mentakhrij
hadits-hadits dalam sohih Bukhari dan Ahmad bin Hamdan mentakhrij hadits-hadits
dalam sohih muslim. Hadits– hadits yang ditakhrij para mukhorrij itu
dikumpulkan dalam kitab yang disebut Mustakhraj.
5. Al
Mudain ialah orang yang mengkodifikasi (menyusun buku) hadits.
6. Al
Thoriq ialah jalan datangnya hadits dari seorang imam yang mendengarkan atau
mengeluarkan hadits.
7. Al
Muhaddits ialah orang yang ahli dalam masalah hadits; mengetahui sanad-sanad,
ilatilat, para perowi secara lengkap, mana yang rengking atas dan bawah,
memahami Kutubut Tis’ah, Mu’jam al Baihaqi dan Mu’jam at Thabrany. Dan hafal
sekurangkurangnya 1000 hadits dengan sanadnya.
Diantara imam-imamnya antara lain : ‘Atho bin Robah.
8. Al
Hakim ialah seorang ahli hadits; mengetahui setiap rowi dengan sejarah
hidupnya, guru-gurunya dan sifat-sifatnya yang baik maupun yang tercela.
Sekurang-kurangnya dia hafal 300 ribu hadits dengan sanadnya. Diantara imam-imamnya adalah sebagai berikut
: a. Ibnu Dinar, Wafat 162 H b. Laits bin Sa’ad wafat 175 H c. Imam Malik,
wafat 179 H d. Imam Syafi’I, wafat 204 H .
9. Al
Hafidz ialah ahli hadits yang lebih khusus dari al Muhaddits.
Sekurang-kurangnya hafal 100 ribu hadits beserta sanadnya. Diantara Imam-imamnya adalah
a. Imam
al Iraqi
b. Imam
Syarifuddin
c. Ibnu
Hajar Al Asqolani
d. Ibnu
Daqiq Al ‘Id
10. Al
Hujjah ialah gelar bagi orang yang sanggup menghafal 300 ribu hadits beserta
sanadnya seperti al hakim, namun dari segi penguasaannya terhadap ilmu Hadits
lebih umum dibandingkan dengan al Hakim. Diantara Imamnya : a. Hisyam bin
Urwah, wafat 146 H b. Abu Hudzaid Muhammad bin Walid, 149 H c. Muhammad
Abdullah bin Amr, 242 H
11. Amirul
mu’minin gelar kholifah bagi para Muhaditsin. Disebut ‘Amirul Mu’minin karena
mereka perintis dalam menyebarkan sunnah Rasulullah saw di jamannya. Diantara
para muhadditsin yang mendapat gelar ini antara lain; Syu’bah, Sufyan at
Tsaury, Ishaq ibn Rohawaih, Ahmad ibn Hanbal, al bukhari, ad Darquthny dan
Muslim.
12. Musnid
ialah orang yang meriwayatkan hadits beserta sanadnya.
13. Musnad
ialah kitab yang terkumpul di dalamnya hadits-hadits yang diriwayatkan setiap
sahabat. Seperti Musnad Imam Ahmad.
14. Riwayat
ialah perjalanan hadits atau khobar dari Nabi saw.
D. Klasifikasi Hadits Ditinjau Dari Jumlah Rowinya
Ditinjau dari segi banyak atau
sedikitnya rowi yang menjadi sumber berita, hadits terbagimenjadi dua, yaitu Hadits
Mutawatir dan Hadits Ahad.
1. Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir adalah hadits yang
didasarkan kepada panca indera (dilihat atau didengaroleh yang menghabarkan)
yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rowi, yang mustahilmenurut adat (logika),
mereka berkumpul dan bersepakat berdusta.
Berikut adalah
syarat-syarat Mutawatir, yaitu:
a. Khobar
yang disampaikan oleh rowi-rowi tersebut harus berdasarkan tangkapan
pancaindera (yakni khobar yang mereka sampaikan itu harus benar-benar hasil
pendengaranatau penglihatan sendiri ).
b. Jumlah
rowinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan merekabersepakat
berbohong.
c. Adanya
keseimbangan jumlah antara rowi-rowi dalam thobaqoh(tingkatan) berikutnya.
Klasifikasi Hadits Mutawatir terbagi
menjadi dua yaitu:
a. Mutawatir
Lafdhi : hadits yang diriwayatkan oleh orang yang banyak yang susunanredaksi
dan maknanya seragam antara riwayat yang satu dengan yang lainnya.Contoh Hadits
Mutawatir Lafdhi:
Rasulullah
bersabda : “ barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, hendaklahdia
menduduki tempat duduk di neraka”
b. Mutawartir
ma’na: Hadits mutawatir yang redaksi pemberitaannya berbeda, tetapisemuanya
dipersatukan oleh makna atau substansi yang sama.Contohnya Hadits-hadits
tentang mengusap sepatu ketika berwudhu, hadits-haditssiksa kubur, dan
hadits-hadits tentang syafaat.Hadits mutawatir itu memberi faedah ilmu dharury
(aksiomatik), yakni suatukeharusan untuk menerimanya dengan yakin.
2.
Hadits Ahad
Hadits
yang tidak mencapai derajat mutawatir.Klasifikasi hadits Ahad dari segi jumlah
perowi terbagi tiga:
a. Hadits Masyhur.
Ialah
hadits yang diriwayatkan oleh 3 orang atau lebih tapi tidak mencapai
derajatmutawatir. Hadits masyhur ada dua macam:
1) Muthlaq. Hadits yang termasyhur
di kalangan ahli hadits dan yang lainnya (golonganulama ahi ilmu dan orang
umum). Contoh Masyhur Muthlaq :
“seorang
muslim itu ialah orang yang menyelamatkan sesama muslim lainnyadari gangguan
lidah dan tangannya”.
Hadits
diatas diriwayatkan pula oleh Abu Daud, an Nasai, at Turmudzy dan Darimi dari
sahabat yang berbeda; Jabir, Abu Musa, Abdullah bin Amr bin alAsh.
2) Muqoyyad. Hadits yang termasyhur
di kalangan ahli-ahli ilmu tertentu misalnya hanyatermasyhur di kalangan ahli
hadits saja, atau ahli fiqih saja, dan sebagainya.Contoh Hadits Masyhur
Muqoyyad :
“bahwa
rasul berkunut sebulan lamanya, setelah ruku, untuk mendo’akankeluarga Ri’’in
dan Dzakwan”
Hadits
diatas hanya masyhur di kalangan para Muhadditsin saja.
b. Hadits Aziz
Hadits
yang diriwayatkan oleh dua orang rowi, walaupun dua orang rowitersebut terdapat
pada satu thobaqoh saja.Contoh hadits aziz :
“Tidaklah
sempurna iman salah seorang dari kalian sehingga aku lebih iacintai dari pada
ia mencintai dirinya sendiri, orang tuanya, anak-anaknyadan manusia seluruhnya”
Yang
meriwatkan hadits diatas dari Anas bin Malik hanya dua tabi’i, yaituQatadah dan
Abdul Aziz bin Shuhaib, demikian juga perowi setelah tabi’ihanya dua orang
juga, yaitu; Husain al Mu’allim dan Syu’bah.
c. Hadits Gharib
Hadits
yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalammeriwayatkannya, di
tingkatan mana saja kesendirian dalam sanadnya ituterjadi.Klasifikasi hadits
gharib ditinjau dari bentuk penyendirian rowi hadits gharib terbagi dua :
a) Gharib Mutlaq
Hadits
yang penyendiriannya itu terjadi di pangkal sanad atau Ashlusanad (tabi’in
bukan sahabat).Contoh hadits ghorib muthlaq :
“iman
itu bercabang-cabang menjadi 70 cabang. Malu itu salah satucabang dari iman”.
Hadits
diatas hanya diriwayatkan oleh tabi’i abu sholih saja dari AbuSholihpun hanya
Abdullah bi Dinar saja.
b) Gharib Nisby.
Hadits
yang penyendiriannya itu berkaitan dengan sifat-sifat ataukeadaan tertentu
seorang rowi.Contoh hadits gharib Nisby :
“Rosulullah
memerintahkan kepada kita agar kita membaca al-Fatihah da surat yang mudah dari
al-Qur’an.”
Hadits
diatas diriwayatkan oleh perowi semuanya penduduk Bashrah.
E.
Penelitian
Hadits (studi Hadits)
1. Perlunya
meneliti Hadits
Hadits
merupakan sumber ajaran islam setelah Al-Qur’an. Penelitian hadits dimaksudkan
agar mengetahui kualitas hadits karena banyaknya hadits yang tidak sahih. Hal
tersebut terjadi karena pada masa Nabi, kebanyakan hadits berkembang secara
hafalan dan hanya sedikit yang meulis hadits, akibatnya dokumen hadits Nabi
yang berkembang secara tertulis belum mencakup semua hadits yang ada, sehingga
diperlukan penelitian hadits. Alasan diperlukan penelitian:
a. Banyaknya
hadits palsu yang timbul karena kepentingan politik.
b. Adanya
kemungkinan bahwa sebagian hadits yang tertulis pada masa nabi mengalami
kesalahan dalam periwayatanya.
c. Banyak
sekali kitab hadis yang muncul tetapi dengan metode yang berbeda.
d. Hadits
diriwayatkan secara makna sehingga muncul beragam versi matan hadits.
2. Obyek
penelitian Hadits
a. Sanad
hadits
Menurut ulama hadits,
kedudukan sanad sangat penting dalam riwayat hadits. Maka apabila suatu berita
tidak memiliki sanad maka itu disebut hadits palsu atau hadits maudhu’,
walaupun seseorang menyatakannya sebagai hadits.
b. Matan
Penelitian ini
dilakukan karena keadaan matan tidak bisa dipisahkan dari keadaan sanad hadits.
Selain itu matan hadits diriwayatkan dengan makna, karena semua rawi belum
tentu memenuhi syarat sah meriwayatkan hadits secara makna.
3. Tujuan
Penelitian Hadits
Tujuan penelitian
hadits adalah untuk mengetahui kualitas dari hadits yang diteliti, karena
kualitas hadits berhubungan dengan kesahihan hadits. Hadits yang kualitasnya
tidak memenuhi syarat dijadikan sebagai hujjah.
F.
Metode
Studi Hadits
Metode
studi hadits merupakan cara dalam mengkaji meneliti suatu hadits tentang
kesahihannya. Dalam mengadakan penelitian dan pengkajian kualitas hadits
diperlukan adanya metode agar lebih mudah melakukan penelitian. Langkah-langkah
dalam mneiti hadits adalah sebagai berikut:
1. Takhrijul
Hadits.
Secara
etimologi, at-Takhrij sering diartikan juga dengan al-Istinbat (mengeluarkan),
al-Tadrib (melatih), dan al-Tawjih (memperhadapkan). Secara terminologi yaitu
menyebutkan suatu hadits dengan sanadnya sendiri. Tujuan takhrij hadits adalah
untuk melakukan pencarian dan penelusuran hadits pada berbagai kitab utama
hadits, mengetahui semua riwayat hadits, selain itu untuk mengetahui adanya
syahid atau muttabi dalam sanad.
Metode
untuk mentakhrij hadits ada lima, yaitu:
a. Matla’
al-Hadits, menelusuri hadits berdasarkan pada awal lafaz matan.
b. Lafaz
al-Hadits, menelusuri hadits berdasarkan lafaz dari semua lafaz yang ada dalam
matan hadits.
c. Rawi
al-a’la, menelusuri hadits berdasarkan pada rawi pertama.
d. Maudlu
al-Hadits, menelusuri hadits berdasarkan pada topik tertentu.
e. Shifah
al-Dhahirah, pada sifat-sifat yang tampak atau kualifikasi jenis hadits.
2. Penelitian
Sanad
Langkah-langkah
dalam penelitian sanad yaitu:
a. Al-I’tibar,
penyertaan keseluruhan sanad-sanad hadits untuk suatu hadits tertentu serta
metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing perawi hadits agar dapat
memperoleh gambaran tentang adanya syahid dan muttabi’ dalam sanad hadits.
b. Meneliti
pribadi seorang periwayat metode yang digunakan dalam meriwayatkan hadits.
3. Penelitian
Matan
Langkah-langkah
dalam melakukan penelitian matan hadits adalah sebagai berikut:
a. Melihat
kualitas sanad hadits
b. Melihat
susunan matan hadits yang semakna
c. Meneliti
kandungan matan hadits
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Seiring dengan perkembangan zaman, maka diperlukan
klasifikasi terhadap hadits, karena ternyata posisi dan fungsi hadits ini tidak
saja dipalsukan, tetapi diingkari oleh kalangan umat tertentu. Oleh sebab itu,
perlu untuk mepelajari mengenai hadits dan hadits mana yang akan kita jadikan
pegangan untuk hidup.
Alasan
diperlukan penelitian:
a. Banyaknya
hadits palsu yang timbul karena kepentingan politik.
b. Adanya
kemungkinan bahwa sebagian hadits yang tertulis pada masa nabi mengalami
kesalahan dalam periwayatanya.
c. Banyak
sekali kitab hadis yang muncul tetapi dengan metode yang berbeda.
Comments
Post a Comment