MAKALAH PSIKOLOGI KESEHATAN tentang PUBLIC HEALTH

PSIKOLOGI KESEHATAN
“Public Health”
Oleh : Muhaimin, dkk (2019)

A. PUBLIC HEALTH
a) Sejarah Public Health
Tokoh metologi Yunani, yakni Ascleptus dan Higeia, Ascleptus disebutkan sebagai seorang dokter pertama yang dapat mengobati penyakit dan bahkan melakukan bedah berdasarkan prosedur-prosedur tertentu (surgical procedure) dengan baik. Higeia seorang asistennya yang diceritakan sebagai istrinya, juga telah melakukan upaya-upaya kesehatan. Beda antara Ascleptus dan Higeia dalam pendekatan dan penanganan masalah kesehatan sebagai berikut: 1) Ascleptus melakukan pendekatan (pengobatan penyakit) setelah penyakit tersebut terjadi pada seseorang, 2) Higeia mengajarkan kepada pengikutnya dalam pendekatan masalah kesehatan melalui hidup seimbang, yaitu menghindari makanan/minuman beracun, makan makanan yang bergizi (baik), cukup istirahat, dan melakukan olahraga.
Dari cerita mitos Yunani, Ascleptus dan Higeia tersebut melahirkan dua aliran atau pendekatan dalam menangani masalah-masalah kesehatan. Aliran pertama, cenderung menunggu terjadinya penyakit (setelah sakit), yang disebut pendekatan kuratif (pengobatan). Sedangkan aliran kedua, cenderung melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit dan pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan (promosi) sebelum terjadinya penyakit, yang kemudian disebut pendekatan preventif (pencegahan). Kedua kelompok ini dapat dilihat perbedaan pendekatan yang dilakukan antara lain: pertama pendekatan kuratif sasarannya secara individual, kontak terhadap pasien sasaran (pasien) hanya sekali, jarang antara petugas kesehatan dan sasaran atau pasien cenderung jauh. Sedangkan pendekatan prevntatif sasarannya adalah masyarakat, hubungan petugas dan pasien lebih bersifat kemitraan.
Kedua, pendekatan kuratif cenderung bersifat reaktif (hanya menunggu masalah datang). Sedangkan pendekatan preventif lebih menggunakan pendekatan produktif (tidak menunggu adanya masalah, tetapi mencari masalah). Selanjutnya ketiga, pendekatan kuratif cenderung melihat  dan menangani klien atau pasien lebih kepada sistem biologis manusia. Sedangkan pendekatan preventif melihat klien sebagai makhluk yang utuh dengan pendekatan yang holistik.

b) Perkembangan public health 
1. Periode Sebelum Ilmu Pengetahuan
Dari kebudayaan Babylonia, Mesir, Yunani dan Roma telah ditemukan pula bahwa pada zaman tersebut dokumen-dokumen tertulis, bahkan peraturan-peraturan tertulis yang mengatur tentang pembuangan air limbah. Selain itu juga telah dibangun tempat pembuangan kotoran umum, demikian juga masyarakat pada masa itu telah membuat sumur. Pada abadke-14, mulai terjadi wabah pes yang paling dahsyat di Cinadan India. Pada tahun 1840 tercatat 18.000.000 orang meninggal karena wabah pes. Oleh sebab itu, waktu itu disebut The Black Death. Dari catatan ini dapat dilihat bahwa masalah kesehatan masyarakat khusunya penyebaran penyakit menular sudah begitu mluas dan dahsyat. Namun, upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat secara menyeluruh belum dilakukan pada zaman itu.
2. Periode Ilmu Pengetahuan
Bangkitnya ilmu pengetahuan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 mepunyai dampak yang luas terhadap segala aspek kehidupan manusia, termasuk kesehatan. Maka mulai abad ke-19 masalah kesehatan adalah masalah yang kompleks. Oleh sebab itu, pendekatan masalah kesehatan harus dilakukan secara komprehensif, multisektoral. Penyelidikan dan upaya-upaya keseshatan masyarakat secara ilmiah mulai dilakukan pada tahun 1832 di Inggris. Pada akhir abaf ke-19 dan awal abad ke-20 mulai dikembangkan pendidikan untuk tenaga kesehatan yang profesional. Pada tahun 1893 berdirinya universitas dan didalamnya terdapat sekolah (fakultas) kedokteran yang dipelopori oleh John Hopkins, Amerika. Mulai tahun 1903 sekolah kedokteran mulai menyebar ke Eropa, Canada dan sebagainya. Pada tahun 1872 telah diadakan pertemuan orang-orang yang mempunyai perhatian kesehatan masyarkat di kota New York.

c) Public health di Indonesia
Perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia mulai sejak pemerintahan Belanda abad ke-16. Kesehatan masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Sehingga dengan adanya wadah tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, dilakukan pelatihan dukun banyi dalam praktik persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi pada waktu itu.
Pada tahun 1851 sekolah dokter Jawa didirikan oleh dr. Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer, dan dokter Bleeker di Indonesia. Sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Salah satu tonggak penting perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkan Konsep Bandung (Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh Dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya dikenal dengan Patah-Leimena. Kemudian tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa Puskesmas merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

d) Ruang Lingkup public health
Ruang lingkup kesehatan masyarakat dapat dilihat dari dua hal. Sebagai ilmu, kesehatan masyarakat pada mulanya hanya mencakup 2 disiplin keilmuan yakni ilmu bio-medis (medikal biologi) dan ilmu-ilmu sosial. Namun saat ini, diplin ilmu yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat meliputi: ilmu biologi, ilomu kedokteran, ilmu kimia, fisika, ilmu lingkungan, sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu pendidikan dan sebagainya. Sedangkan kesehatan masyarakat juga dilihat sebagai seni, secara garis besar upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai seni atau penerapan ilmu kesehatan masyarakat antara lain:
a) Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular
b) Perbaikan sanitasi lingkungan
c) Pemberantasan vektor
d) Perbaikan lingkungan pemukiman
e) Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat
f) Pelayanan kesehatan ibu dan anak
g) Pembinaan gizi masyarakat
h) Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum
i) Pengawasan obat dan minuman
j) Pembinaan peran serta masyarakat dan sebagainya.




e) Pengertian Public Health 
Kesehatan Masyarakat adalah upaya untuk mengatasi masalah-masalah sanitasi yang mengganggu kesehatan.  Kesehatan masyarakat adalah sanitasi dan upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan sanitasi lingkungan. 
Ilmu Kesehatan masyarakat (Wislow, 1920) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk : perbaikan sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit-penyakit menular, pendidikan untuk kesehatan perorangan, pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan, pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat adlaah kombinasi antara teori (ilmu) dan praktik (seni) yang bertujuan untuk mencega penyakit, memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan penduduk (masyarakat). 
Kesehatan masyarakat (Meriam Webster Medical Dictionary, 2007) adalah ilmu dan seni untuk memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatana masayarakat melalui usaha pengorganisasian masyarakat dan termasuk kedokteran pencegah, sanitasi dan ilmu-ilmu sosial.

f) Peraturan, Kebijakan, dan Perundangan 
Pemberlakuan berbagai regulasi penyelenggaraan kepemerintahan yang bersentuhan dengan pembangunan kesehatan saat ini antara lain :
1. UU NO 7 Tahun 1996 tentang Pangan
2. UU Republik Indonesia No8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3. UU No 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional, penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan
4. UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
5. UU No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem perencanaan Pembangunan Nasional, 
7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, 
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, 
9. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, 
10. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025, 
11. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 
12. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009, 
13. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. 
14. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

g) Upaya Yang Dilakukan
Pembangunan kesehatan saat ini dilaksanakan melalui berbagai peningkatan upaya yang meliputi kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, upaya farmasi, alat kesehatan, makanan, manajemen dan informasi pemberdayaan masyarakat. Keseluruhan upaya tersebut dilakukan dengan memerhatikan kependudukan, epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan. Kemajuan iptek serta globalisasi dan demokratisasi dengan kemitraan dan kerja sama lintas sektoral. Penekanan diberikan pada peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat serta upaya promotif dan preventif, Pembangunan Nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu pada setiap kebijakan publik harus selalu memerhatikan dampaknya terhadap kesehatan. 
Kontribusi seluruh unsur masyarakat, baik pemerintah, organisasi kemasyaraka (civil society organization), dan masyarakat secara umum (household) terbukti telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari meningkatnya beberapa indikator kesehatan, seperti meningkatkan Usia Harapan Hidup, menurunnya kematian ibu melahirkan dan angka kematian bayi. Dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDK) pada tahun 2012 menunjukkan pencapaian keberhasilan tersebut tak lepas dari kontribusi kesehatan masyarakat.

h) Puskesmas sebagai Penyelenggaraan Kesehatan Masyarakat
Puskesmas merupakan salah satu penyelenggara kesehatan masyarakat yang mudah ditemu hampir di seluruh pelosok tanah air Indonesia. Puskesmas telah merambah ke setiap pelososk di Indonesia bagi pelayanan kesehatan jiwa dan raga penduduk yang melayani klien secara individual maupun komunitas. Puskesmas menurut Prawitasari (2003) merupakan wahana mediasi ilmuan dan anggita masyarakat untuk mempromosikan dan mewujudkan masyarakat madani yang memenuhi kriteria sehat sosial psikologis.
Puskesmas diharapkan mampu mewadahi perubahan perilaku kesehatan dalam ranah promotif preventif dan kuratif bagi peningkatan kesehatan yang lebih layak.Hal ini didukung dengan pendapat Marks (dalam Albery & Munafo, 2008) bahwa pendekatan komunitas disamping pendekatan individual dan pemberdayaan merupakan pemrakarsa informasi promosi kesehatan, karena menurut Laurence dan Anthony H. (2008) terdapat kemampuan individu yang saling menolong tetangganya, percaya terhadap individu yangmemiliki kekuasaan atau wewenang, kepuasan layanan pemerintah lokal (dalam program ini bisa identik dengan program puskesmas dan pemerintahan desa), sikap saling mengajak untuk meningkatkan kualitas hidup bertetangga, efikasi diri kolektif seperti saling menolong memberikan intervensi bagi pemecahan masalah kehidupan bertetangga, dan adanya saling percayadiantara sesama anggota masyarakat sebagi hasil modeling dari komunitasnya.
Terwujudnya sinergi setiap individu dengan komunitasnya menjadi sebuah proses persuasif bagi praktek promosi kesehatan.Halini menurut Ferdinand dalam Richman (2007) sebagai wujud adanya keterhubungan antara kognisi, emosi, dan kekebalan tubuh terhadap penyakit. Interpretasi kognitif mengantarai seseorang dengan peristiwa kehidupan yang dialaminya, terfokus pada bagaimana individu menginterpretasikan kejadian dalam hidupnya dan bagaimana ia belajar untuk mengubah keyakinan yang menyumbang pada terciptanya perilaku sehat.
Praktek tata laksana menjadikan Puskesmas sebagai bagian utama dalam peran aktif dalam kegiatan promosi dan kurasi kesehatan yang memberikan dukungan sosial sebaiknya berfokus pada asesmen yang berpusat pada individu, dana masyarakat serta lingkungan dengan memperhatikan adanya sumber daya dan hambatan yang terjadi dengan prinsip masminkom yaitu memaksimalkan, meminimalkan dalam komunitas. Menurut Sundberg, Winebarger, dan Taplin (2007) mengemukakan bahwa dukungan sosial bermanfaat pada kesehatan dalam hal: 
1. Memperbaiki penyesuaian individu terhadap penyakitnya terutama pada penderita penyakit arteri koroner.
2. Memperbaiki dan mempercepat penyembuhan dari penyakit terutama pada penyakit ginjal, leukemia anak, dan stroke.
3. Memperbaiki kontrol diri terutama pada penderita diabetes.
4. Meningkatkan kepatuhan akibat pemakaian obat.
5. Mengurangi kemungkinan jatuh sakit 
6. Mengurangi risiko akibat kematian karena penyakit yang serius.
7. Mengurangi komplikasi kehamilan dan kelahiran.
8. Mengurangi frekuensi wabahseperti herpes 
9. Mengurangi penderitaan akibat sakit sepertiartritis 

Komunitas yang menjadi fokus penerapan prinsip masminkom pada promosi kesehatan ini diharapkan memiliki faktor protektif berupa nilai budaya yang kuat.Tafarodi dan Smith (dalam Chen et al, 2006) mengungkapkan karakteristik budaya individual (seperti yang lazim ada di Negara Barat) membuat individu lebih sensitif pada umpan balik personal terhadap kompetensi dan penampilan diri individu khususnya adanya otonomi diri.Nilai budaya yang ada sangat diperlukan bagi pengembangan faktor protektif sesuai karakteristik masyarakat di Indonesia.
Masyarakat belum terbiasa dengan deinstitusi- onalisasi program p rawatan rumah sakit jiwa perlakuan berbeda pada penyandang disabilitas terlebih pasca rawatan gangguan jiwa (Martaniah 2006: Duffy & Wong, 2003) meskipun demikian dikalangan masyarakat sudah mengenal bentuk penerapan promosi preventif berupa program psikoedukasi pasien diabetes (Hasanat& Ningrum, 2010), psikoedukasi pasien dan keluarga pasien dengan gangguan psikotik (Sugihartati, 2010), ma yang bersifat komunitas berupa intervensi kelompok berbasis sekolah dan keluarga pada remaja dengan gangguan depresi (Hamidah & Mahajudin, 2010).

i) Kasus Public Health yang ada di Indonesia

Anemia masih merupakan masalah kesehatan utama masyarakat dunia, khususnya di negara sedang berkembang (WHO, 2008; Milman, 2011). Sekitar 50-80% anemia di dunia disebabkan kekurangan zat besi (Milman, 2011). Prevalensi anemia pada remaja wanita (usia 15-19 tahun) sebesar 26,5% dan pada wanita subur sebesar 26,9% (Depkes RI, 2005). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, proporsi anemia di Indonesia pada kelompok umur 5-14 tahun adalah sebesar 26,4% (Kemenkes RI, 2014,). 
Remaja putri merupakan kelompok risiko tinggi mengalami anemia dibandingkan remaja putra dimana kebutuhan absorpsi zat besi memuncak pada umur 14-15 tahun pada remaja putri, sedangkan pada remaja putra satu atau dua tahun berikutnya (WHO, 2011). Faktor risiko utama anemia defisiensi besi adalah asupan zat besi yang rendah, penyerapan zat besi yang buruk, dan periode kehidupan ketika kebutuhan akan zat besi tinggi seperti pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui. Kekurangan zat gizi lainnya seperti vitamin A, B12, folat, riboflavin, dan tembaga (Cu) serta adanya penyakit akut dan infeksi kronis seperti malaria, kanker, tuberkulosis, dan HIV juga dapat meningkatkan risiko anemia (WHO, 2008; Milman, 2011). Selain itu kebutuhan zat besi yang tinggi pada remaja putri juga pada masa menstruasi (WHO, 2008). 
Asupan gizi besi yang kurang pada remaja dapat disebabkan pengetahuan remaja yang kurang tentang pangan sumber zat besi dan peran zat besi bagi remaja. Berdasarkan hal ini maka peningkatan pengetahuan melalui pendidikan gizi dapat memperbaiki perilaku remaja untuk mengonsumsi pangan sumber zat besi sesuai dengan kebutuhan gizinya. Berbagai riset telah membuktikan bahwa pendidikan gizi dapat mengubah perilaku yang baik. Goldberg (2015), menyatakan adanya pendidikan gizi tentang alkohol dapat mengubah perilaku yang dapat mencegah obesitas selama lebih dari dua dekade. Selain itu, pendidikan gizi terbukti sangat efektif untuk mencegah osteodystrophy pada pasien hemodialisis (Karavetian, 2015, dalam Verarica). Penelitian tentang intervensi pendidikan seksual yang dilakukan oleh Purwati (2015),  menemukan bahwa pengetahuan kelompok yang diberikan intervensi pendidikan seksual secara signifikan lebih baik daripada sebelum diberikan pendidikan seksual. 
Dampak anemia pada remaja putri dan status gizi yang buruk memberikan kontribusi negatif bila hamil pada usia remaja ataupun saat dewasa yang dapat menyebabkan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah, kesakitan bahkan kematian pada ibu dan bayi. Selain itu, anemia juga mempunyai dampak negatif terhadap perkembangan fisik dan kognitif remaja (WHO, 2008). Sel darah putih yang berperan sebagai komponen imunitas tubuh tidak dapat bekerja secara efektif dalam keadaan defisiensi besi. Selain itu enzim mieloperoksidase yang berperan dalam sistem kekebalan juga terganggu fungsinya bila defisiensi besi (Almatsier, 2007, dalam Verarica). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Barasi (2009) yaitu anemia defisiensi besi dapat memengaruhi fungsi sel darah putih sehingga menurunkan kemampuannya untuk menghancurkan organisme yang menyerang.

B. COMMUNITY HEALTH
a) Konsep Community dan Health
Community atau juga bisa disebut komunitas dapat didefinisikan sebagai sekelompok penduduk yang tinggal bersama di daerah yang terlokalisasi di bawah peraturan umum yang sama dan memiliki kepentingan, fungsi, kebutuhan, dan organisasi yang sama. Komunitas spesifik secara spasial namun tidak berarti dibatasi. Tidak seperti kelompok atau organisasi yang memiliki kesamaan minat dan hanya menyentuh sebagian kecil peran dari partisipan, komunitas mencakup sebagian besar kehidupan dan peran anggota mereka. Istilah komunitas menunjukkan kehidupan yang hampir seragam dan permanen bersama orang diatas wilayah yang pasti. Hal ini dapat dianggap sebagai agregasi lokal permanen dari orang-orang yang melakukan pengelompokan akan kepentingan bersama dan dilayani oleh konstelasi lembaga.
Community memiliki beberapa fungsi dasar, diantaranya adalah:
1. Untuk menentukan fungsi penggunaan ruang untuk hidup dan tujuan lainnya.
2. Menyediakan sarana untuk produksi dan distribusi barang dan jasa yang diperlukan.
3. Untuk melindungi dan melestarikan kesehatan, kehidupan, sumber daya, dan milik perorangan.
4. Untuk mendidik dan mengakulurasi pendatang baru (yaitu anak-anak dan imigran).
5. Untuk meneruskan informasi, ide, dan keyakinan.
6. Memberikan kesempatan untuk interaksi antara individu dan kelompok.
Untuk  dapat membedakan komunitas dengan yang lainnya, tentunya ada beberapa karakteristik dasar tertentu, yakni:
1. Memiliki karakteristik teritorial (dilihat dari mode kehidupan mereka di pemukiman masing-masing).
2. Memiliki home instinct oleh keterikatan spesial (interaksi dengan lingkungan sehari dapat menyebabkan keterikatan spesial yang mungkin tidak terjadi di komunitas lain).
3. Memiliki kehidupan yang sama dan satu antar anggota komunitas.
4. Memiliki perasaan pada komunitas (kesamaan harapan, aspirasi, dan takdir dapat menyebabkan kepekaan perasaan pada komunitas).
5. Memiliki perasaan kesatuan.
6. Role feeling (faktor ini membantu untuk membuat keharmonisan dalam komunitas dan pada waktu yang sama dapat menjalin kepribadian anggota menjadi sistem keseimbangan timbal balik yang mengunungkan).
7. Memiliki ketergantungan perasaan, baik fisik maupun psikologis.
8. Setiap komunitas tumbuh dengan spontan. Faktor lainnya seperti kebiasaan, konvensi, dan keyakinan agama mengikat individu-individu tersebut menjadi satu.
9. Memiliki nama tertentu.
10. Memiliki ujung yang lebih luas, tidak hanya menyelesaikan satu tujuan semata.
11. Tidak ada status yang legal. Dalam pandangan hukum, komunitas tidak memiliki hak dan kewajiban.
Health atau kesehatan dapat didefinisikan sebagai keadaan kesejahteraan individu dan komunitas. Dalam konteks individual, kesehatan mengacu kepada fungsi optimal individu, adanya penyakit, kerusakan, ataupun cedera. Dalam konteks komunitas, kesehatan mengacu kepada berbagai ukuran objektif kesehatan, status kesehatan atau indeks kesehatan seperti insiden, dan prevalensi penyakit yang diterapkan pada berbagai segmen populasi.
Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi status kesehatan, seperti genetika, jenis kelamin, ras, umur dan level perkembangan, hubungan pikiran dan tubuh, gaya hidup, standar hidup, nutrisi, lingkungan fisik, keyakinan budaya, self-concept, dukungan dan kepuasan dalam bekerja, geografis, struktur kognitif, dan juga pola perilaku.

b) Konsep dari Community Health
WHO (World Heatlh Organization) mendefinisikan community health sebagai sumber lingkungan, sosial, dan ekonomi untuk mempertahankan kesejahteraan emosional dan fisik pada orang-orang dengan cara yang memajukan aspirasi dan memenuhi kebutuhan mereka di lingkungan mereka yang unik. Community health, tidak seperti public health, cenderung lebih fokus pada komunitas geografis tertentu. 
Menurut Goodman, et al., definisi-definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli menunjukkan ambiguitas dan terlalu banyak penggunaan umum dari istilah " Community health ". Namun hal tersebut tidaklah sia-sia. Menurut definisi-definisi dari para ahli, setidaknya Community health memiliki area fokus yang dibagi menjadi 4. 
Yang pertama adalah community – sekelompok orang dengan karakteristik beragam yang dihubungkan oleh ikatan sosial, berbagi perspektif umum, dan terlibat dalam aksi bersama di lokasi geografis atau pengaturan (MacQueen et al., 2001). 
Lalu yang kedua adalah health – dapat didefinisikan secara berbeda, yakni sebagai fungsi dari pengalaman dan harapan komunitas. Definisi kesehatan di komunitas tertentu dapat lebih menentukan usaha kesehatan masyarakat dan bagaimana kesehatan masyarakat diterapkan (misalnya, metode, ukuran, proses, dan hasil yang digunakan untuk mengimplementasikan upaya kesehatan masyarakat dalam pengaturan tertentu). 
Area ketiga meliputi intervensi – yakni mencakup ruang lingkup intervensi yang disampaikan dalam komunitas, dan mencerminkan masukan, kebutuhan, perspektif, dan tujuan masyarakat saat mereka bekerja untuk meningkatkan kesehatan mereka. Ini mungkin termasuk intervensi seperti menciptakan lingkungan yang aman dan sehat, memastikan kesetaraan kesehatan bagi semua anggota masyarakat, menerapkan program untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit dan cedera, dan membina hubungan antara masyarakat dan program klinis dan sumber lain untuk mendukung kesehatan.
Area fokus terakhir yakni “The science of community health” – meliputi metode yang digunakan di lapangan untuk mengembangkan dan mengevaluasi bukti yang mendasari gambaran (konsepsi), desain, implementasi, evaluasi, dan penyebaran intervensi. Kesehatan masyarakat mengacu pada banyak disiplin ilmu kesehatan publik, medis, dan ilmiah lainnya yang dapat diterapkan secara teoritis dalam hal metode dan keahlian. Namun, bukti dasar untuk kesehatan masyarakat mungkin secara inheren terbatas karena tidak adanya konsensus, atau bahkan kesepakatan umum, tentang definisi dan ruang lingkup dari "komunitas" target. Karena adanya kompleksitas dalam bekerja di masyarakat, metode ilmiah yang digunakan dalam desain eksperimental sering tidak relevan dan tidak dapat langsung diterapkan. Dengan demikian, salah satu tantangan terbesar yang juga merupakan peluang untuk bidang "Community Health" adalah untuk mengembangkan metode inovatif yang memperhitungkan kompleksitas komunitas, variabilitas dalam bagaimana kesehatan di masyarakat didefinisikan, dan bagaimana bukti dapat dihasilkan yang mencerminkan realitas. komunitas tempat orang tinggal, bekerja, dan bermain.
Berdasarkan konsep-konsep diatas, Goodman dkk. Menyimpulkan bahwa Community health adalah usaha multi-sektor dan multi-disipliner kolaboratif yang menggunakan ilmu kesehatan masyarakat, strategi berbasis bukti, dan pendekatan lain untuk terlibat dan bekerja dengan masyarakat, dengan cara yang sesuai dalam budaya, untuk mengoptimalkan kesehatan dan kualitas hidup semua orang yang tinggal, bekerja, atau aktif dalam komunitas tertentu.

c) Prinsip-Prinsip Dasar Untuk Memajukan Community Health
Menurut Goodman, dkk. (2014), prinsip-prinsip dasar untuk memajukan community health dibangun di atas pemahaman tentang fungsi dasar dari ilmu kesehatan masyarakat, yang dimana dalam banyak hal menyerupai fungsi dasar dari public health. Dapat dilihat sebagai berikut:
1. Libatkan komunitas, pemerintah, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya dalam mengembangkan agenda bersama untuk riset terapan tentang community health.
2. Menerapkan dan menggunakan hasil asessmen dari community health (misalnya, mengukur dan mengkarakterisasi faktor-faktor risiko di dalam, dan status kesehatan, masyarakat) sebagai elemen dasar dalam meningkatkan community health.
3. Identifikasi tindakan jangka pendek dan jangka panjang untuk mendefinisikan "healthy community" sebagai titik akhir untuk efek intervensi atau tindakan yang mencerminkan kepentingan/minat masyarakat;
4. Memperbaiki metode pengawasan untuk community health, termasuk pengembangan definisi kasus untuk “healthy community”
5. Meningkatkan prinsip-prinsip desain ilmiah untuk menghasilkan dan mendokumentasikan bukti-bukti (yang berbasis praktik dan penelitian) dari program dan intervensi yang meningkatkan community health (menggunakan-seperti yang ditunjukkan- uji coba komunitas, penelitian kohort retrospektif, survei dan studi lintas sektor, analisis rangkaian waktu, dan studi ekologi), dan meningkatkan metode dalam menggunakan "kontrol" komunitas untuk evaluasi, serta memenuhi tantangan yang terkait dengan komunitas kontrol
6. Mempertahankan keterlibatan dengan komunitas dari awal sampai pasca penyelesaian program atau intervensi (misalnya komitmen kesehatan masyarakat melampaui implementasi dan penilaian intervensi dengan membangun bukti melalui keterlibatan berkelanjutan dengan masyarakat).
DAFTAR PUSTAKA


Basavanthappa, 2008. Community Heatlh Nursing Second Edition. New Delhi: Jaypee Brothera Medical Publishers (P) Ltd.
Goodman, Richard A., Rebecca Bunnell, and Samuel F. Posner. 2014. What is community health? Examining the meaning of an evolving field in public health. Elsevier. S58–S61.

Hadjo, Samuel S.. 2013. Efektifitas Upaya Promotif Keperawatan Kesehatan Komunitas Terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Pada Tatanan Rumah Tangga. 

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: Rinerka Cipta.
Raudatussalamah & Fitri, Ahyani Radhiani. 2012. Psikologi Kesehatan. Pekanbaru : Al-Mujtahadah Press.
Silalahio, Verarica, Evawany Aritonang, dan Taufik Ashar. 2016. Potensi Pendidikan Gizi Dalam Meningkatkan Asupan Gizi Pada Remaja Putri Yang Anemia Di Kota Medan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 11 (2).

Wibowo, Adik. 2014. Kesehatan Masyarakat Di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Comments

Popular posts from this blog

contoh Laporan psikologi wawancara ( KEBAHAGIAAN PADA LANSIA)

review jurnal psikologi perkembangan “Hubungan Antara Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Memaafkan Pada Remaja Akhir”

Jurnal psikologi bahasa inggris beserta terjemahannya dalam bahasa indonesia